Tuesday, November 3, 2009

Tawakkal hanya setelah berusaha

http://epondok.wordpress.com/

DIkirim oleh epondok di November 1, 2009

Ustaz Mohd Zawawi Yusoh

KITA merancang tetapi Allah menentukan. Begitulah lumrah kehidupan sebenar dan tidak hanya menyerahkan 100 peratus melalui doa tanpa melakukan sebarang tindakan atau usaha.

Kita disuruh berikhtiar tetapi yang menentukan adalah Allah. Selepas merancang, segala ketentuan itu mesti diterima dengan hati terbuka.
Itulah yang dinamakan tawakal. Sebenarnya tawakal terletak selepas seseorang melakukan perancangan serta berusaha kemudian disusuli dengan bertawakal.

Umat Islam dulu cemerlang kerana kehebatan mereka merancang dan berfikiran ke hadapan. Rasulullah sendiri amat mementingkan perancangan rapi sebelum melakukan segala pekerjaan. Misalnya, sebaik tiba di Madinah, baginda segera meletakkan dasar bagi membentuk pemerintahan Islam pertama di dunia.

Ketika itu baginda mula membina masjid sebagai sebagai tempat beribadat, bermesyuarat, tempat pertemuan seluruh umat Islam selain menyatukan kaum Muhajirin dan Ansar.

Selepas itu, baginda mengadakan perjanjian dengan golongan Yahudi dengan meletakkan dasar perundangan Kota Madinah supaya setiap orang mengetahui kedudukan dan hak mereka dalam masyarakat.

Sama juga yang dilakukan Rasulullah pada malam hijrah, malam Aqabah dan peristiwa di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Semua itu membuktikan Islam amat mementingkan perancangan yang rapi.

Al-Quran sejak berabad lagi menggalakkan umat manusia bekerja menurut perancangan. Contohnya, al-Quran menceritakan utusan Raja Mesir datang kepada Nabi Yusuf di penjara meminta baginda mentakwilkan mimpi. Dia berkata; “Yusuf, wahai orang yang amat dipercayai, terangkan kepada kami (mimpi) tujuh lembu betina yang gemuk dimakan oleh tujuh lembu betina yang kurus; dan tujuh tangkai gandum yang hijau dan tujuh lainnya yang kering (terangkanlah takwil mimpi itu) agar aku kembali kepada orang-orang (yang mengutus itu), semoga mereka akan mengetahuinya.” (Surah Yusuf, ayat 46).

Apabila berdepan dengan tugas itu, Nabi Yusuf tidak hanya mentakwilkan mimpi saja, bahkan baginda turut memberi petunjuk supaya membuat perancangan bagi mengatasi kesukaran dan bahaya kelaparan yang diramalkan akan menimpa Mesir.

Baginda mencadangkan beberapa langkah positif yang perlu diambil bagi menghadapi kesukaran itu.

Al-Sayyid Qutb dalam kitabnya ‘Tafsir Fi Zilal al-Quran mengatakan, Raja (Mesir) meminta huraian erti mimpinya tetapi pegawai kerajaan dan ahli nujum tidak sanggup menghuraikan erti mimpi itu kerana menganggap ia petanda buruk bakal berlaku.

Sebaliknya, bagi menunaikan kehendak raja berkenaan, mereka memperlihatkan apa saja yang dapat menyenangkan raja dan menyembunyikan perkara yang menyedihkan.

Mereka menghindari dari berbincang mengenai mimpi itu dengan mengatakan mimpi itu kosong dan tidak mempunyai erti.

Sikap Nabi Yusuf berlainan kerana baginda tetap mentakwilkan mimpi raja itu kemudian menasihatinya dengan cadangan serta langkah sesuai bagi mengatasi petanda buruk yang diramalkan itu.

Antara langkah-langkah yang dicadangkan Nabi Yusuf iaitu menggiatkan lagi pekerjaan yang sedang dilakukan serta menetapkan jangka waktu diperlukan.

Kedua, perlu bersungguh-sungguh melakukan kegiatan pertanian dalam jangka masa tertentu.

Ketiga, berusaha meningkatkan pengeluaran selain bekerja keras terus menerus.

Berdasarkan cadangan itu, betapa pentingnya cara penyimpanan yang baik untuk menjaga keutuhan hasil bumi dan kepentingan menyimpan.

Cara hidup berekonomi, tidak boros dan tidak berlebih-lebihan kerana Islam adalah agama yang mementingkan prinsip keseimbangan, menolak sifat bakhil dan mengharamkan pembaziran atau menggunakan harta untuk perkara yang tidak bermanfaat.

Dalam perancangan mengatasi kesulitan yang ditunjukkan Nabi Yusuf, terdapat dua perkara yang perlu diberi perhatian iaitu berhati-hati dalam membelanjakan harta dan tidak melakukan pembaziran.

Perbelanjaan ditentukan kepada keperluan utama seperti dikatakan Nabi Yusuf, “Kecuali sedikit untuk kamu makan.” (Surah Yusuf, ayat 47).

Baginda memberi petunjuk mengenai keharusan menggunakan harta simpanan dengan cara sebaik-baiknya, terutama ketika menghadapi kesulitan.

Hasil pemikiran dan perancangan Nabi Yusuf itu adalah berdasarkan petunjuk Allah kepadanya, maka umatnya terhindar daripada bencana kelaparan dan dapat mengatasi malapetaka besar.

Demikian ilmu perancangan yang tercatat di dalam al-Quran untuk kepentingan umat manusia umumnya dan kesejahteraan umat Islam khususnya.

Oleh itu, Islam bukan agama yang mengajar orang berfikir secara membuta tuli atau bertawakal tanpa alasan (bukan bertawakal dalam erti kata sebenar).

Islam adalah agama yang mengajar manusia memerhati dan mempelajari dengan teliti terutama perkara berkaitan soal pengeluaran, penggunaan dan keperluan material lain dalam kehidupan.

Sesuatu pekerjaan atau projek, sama ada besar atau kecil tidak berjaya dilaksanakan dan tidak terjamin pencapaiannya sekiranya dilakukan tanpa perancangan rapi.

Semua undang-undang Islam sama ada yang bersifat ibadat atau muamalat, mempunyai dasar dan kaedah bagi dipraktikkan dalam kehidupan kita.

Jika ada suara yang mengatakan Islam tidak mementingkan perancangan sama sekali berlawanan dengan anjuran al-Quran dan tindakan yang dilakukan Rasulullah


rumah islami


source : taman2 syurga

Tips Membangun Rumah Islami
Author : Syiarislam

Dalam membangun rumah yang baik, sering orang menggunakan Feng Shui yang berasal dari budaya Cina. Padahal tidak semuanya selaras dengan ajaran Islam. Jika keliru, mungkin bisa terjerumus dalam kemusyrikan karena mempercayai adanya kekuatan selain Allah yang bisa menyelamatkannya. Dalam membangun rumah
yang Islami, sebetulnya dalam Islam ada beberapa petunjuk untuk itu. Di antaranya:

1. Tetangga yang Baik
Pilihlah rumah di antara tetangga yang baik (kecuali jika anda adalah da'i yang ingin melakukan perbaikan). Sebab jika tetangga anda tidak baik, maka hidup anda akan merasa kurang nyaman. Bayangkan jika tetangga anda adalah
preman, pezina, atau pemabuk.

Pilihlah tetangga (lihat calon tetangganya atau lingkungannya dulu) sebelum memilih rumah. Pilihlah kawan perjalanan sebelum memilih jalan dan siapkan bekal sebelum berangkat (bepergian). (HR. Al Khatib)

Nabi Saw berdoa: "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang buruk di tempat pemukiman. Sesungguhnya tetangga-tetangga orang-orang Badui suka berpindah-pindah." (HR. Ibnu 'Asakir)

Tiap empat puluh rumah adalah tetangga-tetangga, yang di depan, di belakang, di sebelah kanan dan di sebelah kiri (rumahnya). (HR. Ath-Thahawi) .

Usahakan agar tetangga anda cukup makannya: "Tiada beriman kepadaku orang yang bermalam (tidur) dengan kenyang sementara tetangganya lapar padahal dia mengetahui hal itu." (HR. Al Bazzaar)

2. Hendaknya rumah cukup luas (tidak terlampau luas, tapi juga tidak terlampau sempit).
Di antara kebahagiaan seorang muslim ialah mempunyai tetangga yang shaleh, rumah yang luas dan kendaraan yang meriangkan. (HR. Ahmad dan Al Hakim)

Rumah yang terlampau luas, misalnya 400 m2 lebih, cenderung menghasilkan "Rumah Gedong" di mana tetangga satu tidak kenal dengan tetangga lainnya. Para penghuni masing-masing asyik di dalam "Istana" mereka.

Sebaliknya rumah yang terlalu sempit, misalnya kurang dari 50 m2 cenderung membuat penghuninya tidak betah di rumah sehingga akhirnya banyak menghabiskan waktunya mengobrol/gosip dengan para tetangganya.

Luas rumah yang ideal (pertengahan) adalah sekitar 100-200 m2.

3. Jangan Membangun Rumah Megah
Dalam membangun rumah, janganlah terlalu mewah sehingga jadi bermegah-megahan. Ini tidak disukai Allah dan merupakan satu sifat dari orang-orang yang buruk di akhir zaman.

"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu" [At Takaatsur:1]

Ketika ditanya tanda-tanda hari kiamat Nabi menjawab: "Apabila para penggembala domba saling bermegah-megahan dengan gedung" [HR Muslim]

Belum akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba dengan bangunan-bangunan yang megah. (HR. Bukhari)

Jangan membangun rumah yang terlampau tinggi (misalnya sampai 4 tingkat) sehingga akhirnya tetangga tidak mendapat sinar matahari atau angin.

Ketika ditanya tanda-tanda hari kiamat Nabi menjawab: "Seorang budak wanita melahirkan nyonya besarnya. Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat." [HR Muslim]

4. Buatlah Rumah yang Baik
"... menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." [Al A'raaf:157]

Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." [Al Maa-idah:100]

Rumah yang baik adalah rumah yang sehat. Yaitu jendelanya cukup sehingga sinar matahari bisa masuk dan tidak lembab. Ini juga bisa menghemat listrik karena siang hari tak perlu menyalakan lampu. Selain itu ventilasinya juga
harus baik sehingga udara segar bisa masuk ke dalam rumah. Jarak antara lantai dan atap sebaiknya agak tinggi (minimal 2,5 meter) sehingga tidak terlalu panas.

5. Rumah juga harus kuat dan aman.
Misalnya dengan menggunakan beton bertulang, rumah jadi lebih aman jika misalnya terjadi gempa. Jika menggunakan kayu, pilih kayu yang kuat serta beri anti rayap sehingga tidak mudah kropos. Harus diperhatikan apakah rumah tersebut rawan dari kebakaran atau tidak.

Sebaiknya rumah minimal terdiri dari 3 kamar. Satu untuk suami-istri, satu untuk anak laki-laki, dan satu lagi untuk anak perempuan. Banyak kasus incest terjadi karena kamarnya hanya satu sehingga pria-wanita bercampur.

Hendaknya aurat dari lawan jenis (kecuali suami-istri) terpelihara dengan pembagian kamar yang baik.

"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah
sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu" [An Nuur:58]

6. Buatlah Rumah yang Indah
Allah senang keindahan. Manusia pun banyak yang suka akan keindahan. Oleh karena itu buatlah rumah yang indah. Tapi ingat, keindahan tidak sama dengan kemewahan atau kemegahan

Sesungguhnya Allah indah dan senang kepada keindahan. Bila seorang ke luar untuk menemui kawan-kawannya hendaklah merapikan dirinya. (HR. Al-Baihaqi)

7. Rumah Harus Bermanfaat atau Fungsional
Selain indah setiap bagian rumah juga harus bermanfaat/fungsion al. Jadi tidak hanya sekedar estetis tapi tidak bermanfaat.

Dari Abu Hurairoh ra, dia berkata: "Rasululloh SAW bersabda: "Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorangialah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat." (Hadits hasan, diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya)

8. WC (Tandas) Jangan Mengarah/Membelakan gi Kiblat
Dari Abu Ayyub Al-Anshari ra.: "Bahwa Nabi saw. bersabda: Apabila engkau ke WC, janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya ketika kencing atau buang air besar, tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat." (Shahih Muslim No.388)

Usahakan agar rumah anda mengarah ke kiblat. Jika tidak, sebaiknya tempat shalat anda tidak mengarah ke WC.Usahakan di rumah ada shower atau kran air, sehingga anda bisa mandi/wudlu dengan lebih sempurna dengan air yangmengalir.

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah seseorang di antara kamu mandi dalam air yang tergenang (tidak mengalir) ketika dalam keadaan junub." Dikeluarkan oleh Muslim.

Sebaiknya tempat wudlu dipisah dari WC sehingga anda leluasa membaca doa sebelum atau sesudah wudlu.

9. Rumah Harus Bersih
Rumah yang kotor tidak sehat. Karena akan mengundang berbagai penyakit. Oleh karena itu rumah harus bersih dan mudah dibersihkan.

"Sesungguhnya Allah baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, murah hati dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan senang kepada kedermawanan. Karena itu bersihkanlah halaman rumahmu dan jangan meniru-niru orang-orang Yahudi." (HR. Tirmidzi)

Penjelasan: Orang-orang Yahudi suka menumpuk sampah di halaman rumah.

10. Jangan Menaruh Patung di dalam Rumah
Umar berkata, "Kami tidak memasuki gereja-gerejamu karena patung-patung dan gambarnya itu." [HR Bukhari]

Ibnu Abbas shalat di dalam biara (tempat ibadah agama lain) kecuali biara yang ada patung di dalamnya. [HRBukhari]

11. Jangan Memelihara Anjing
Hadis riwayat Ibnu Umar ra., ia berkata : "Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa memiliki anjing selain anjing penjaga ternak dan anjing pemburu maka setiap hari pahala amalnya berkurang dua qirath." (Shahih Muslim No.2940)

12. Peliharalah Anak Yatim
Jika anda berkelebihan, asuhlah anak yatim dan perlakukanlah dengan baik.

Sebaik-baik rumah kaum muslimin ialah rumah yang terdapat di dalamnya anak yatim yang diperlakukan (diasuh) dengan baik, dan seburuk-buruk rumah kaum muslimin ialah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim tapi anak itu diperlakukan dengan buruk. (HR. Ibnu Majah)

13. Tanamlah Pohon agar Teduh dan Sejuk
Tanamlah pohon di rumah anda sehingga rumah anda teduh dan mendapat udara segar dari oksigen yang dikeluarkan pohon tersebut. Kenyamanan naungan pohon ini digambarkan Allah sebagai berikut:

"Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya." [Al Insaan:14]

Jika rumah anda luas mungkin anda bisa menanam pohon besar yang kuat seperti pohon asem. Jika sedang, bisa menanam pohon ukuran sedang seperti rambutan atau mangga. Hindari pohon besar yang rapuh dan berbahaya seperti pohon angsana. Banyak korban jiwa karena tertimpa pohon tersebut ketika terjadi badai/angin kencang.

Semoga bermanfaat ...

Wassalam,

Monday, October 26, 2009

ibu mithali, a touching story


source : taman2 syurga

PENERIMA ketiga berjalan perlahan-lahan turun dari pentas. Di lehernya, telah terkalung pingat "Ibu Mithali". Tangan kanannya menggenggam erat satu sampul dan segulung sijil. Tangan kirinya pula memegang beberapa hadiah iringan. Anaknya setia melangkah di sisi.

"Sekarang ....," suara pengacara majlis bergema kembali, "Tibalah kita kepada penerima anugerah "Ibu Mithali" yang terakhir. Penerima ini agak lain daripada yang lain dan sungguh istimewa. Untuk itu, dipersilakan Puan Afifah Rashid naik ke pentas bersama- sama Cik Nurul Humairah, untuk tampil memperkenalkan ibunya. Dipersilakan. "

Mataku tercari-cari pasangan ibu dan anak yang bakal mengambil tempat itu. Di barisan penonton paling hadapan, aku dapati seorang anak gadis berkulit hitam m anis dan bertubuh tinggi lampai, sedang berusaha memujuk seorang wanita dalam lingkungan usia 60-an untuk bangun.

Aneh, kenapa ibu yang seorang ini nampaknya begitu keberatan untuk naik ke pentas? Kenapa dia tidak seperti tiga orang penerima sebelumnya, yang kelihatan begitu bangga menapak naik ke pentas, sebaik sahaja mereka dijemput?

Hampir lima minit kemudian, barulah tampak si anak gadis yang memakai sepasang kebarung bertanah ungu dan berbunga merah jambu serta bertudung ungu kosong, bersusah payah memimpin ibunya naik ke pentas.

Ibu itu pun menduduki kerusi yang telah diduduki oleh tiga orang penerima sebelumnya. Anak gadis itu kemudiannya beredar ke pembesar suara. Dia beralih pandang kepada ibunya yang hanya tunduk memerhati lantai pentas.

'Pelik sungguh ibu yang seorang ini. Lagaknya bukan lagak orang yang akan menerima anugerah. Dia tak ubah seperti seorang pesalah yang sedang menanti hukuman. Duduknya serba tak kena. Sekejap beralih ke kanan, sekejap berpusing ke kiri. Tangannya menggentel-gentel baju kurung biru muda yang dipakainya.'

Dehem si anak dalam pembesar suara membuat aku sedikit tersentak.
Tumpuanku yang sekian lama terhala ke pentas, aku alihkan pada buku notaku. Aku menconteng-conteng helaian yang masih putih bersih itu untuk memastikan penku dalam keadaan yang baik. Kemudian, aku memeriksa kameraku. Filemnya masih ada. Baterinya masih dapat bertahan.

Sempat juga aku mengerling rakan-rakan wartawan dari syarikat akhbar dan majalah lain yang duduk di kiri kananku. Nampaknya, pen sudah berada dalam tangan masing-masing. Mata mereka sudah terarah kepada ibu di atas pentas dan anak yang sudah pun memulakan bicaranya dengan bismillah dan, memberi salam.

Aku tersenyum dan mengangguk kepada rakan- rakan wartawan yang duduk semeja denganku. Tetapi, senyuman dan anggukanku sudah tidak sempat mereka balas. Aku lantas mengemaskan dudukku mencari posisi yang paling selesa.

"Pertama sekali, saya ingin memanjatkan rasa syukur ke hadrat Allah, kerana dengan izin-Nyalah saya dan, mak berada dalam majlis yang gilang-gemilang ini. Seterusnya, saya ingin merakamkan penghargaan saya kepada pihak penganjur yang telah mempertimbangkan mak saya sebagai, salah seorang penerima anugerah "Ibu Misali" tahun ini."


Suasana menjadi sunyi. Hadirin memberi tumpuan sepenuhnya kepada percakapan gadis itu.

"Sebetulnya, ketika saya kecil, saya memang membenci mak. Darjah kebencian itu meningkat setelah saya mendapat tahu Puan Afifah hanyalah mak angkat saya. Pada masa yang sama, saya merasakan sayalah anak yang paling malang , disisihkan oleh ibu sendiri, dan diperhambakan pula oleh mak angkat untuk membantu menjaga anak-anak kandungnya"


"Membantu menjaga anak- anak kandungnya? Mungkin, persoalan itu sedang pergi balik dalam benak tuan-tuan dan puan-puan sekarang.. Persoalan itu pasti akan terjawab sebentar lagi, apakala saya mempertontonkan rakaman video yang memaparkan kehidupan anakanak kandung mak. Sebelum itu, saya harus menegaskan bahawa anak-anak yang bakal hadirin lihat nanti bukan terdiri daripada doktor, peguam, jurutera, pensyarah, ahli perniagaan, pemimpin masyarakat, dan guru, seperti mana anak ketiga-tiga "Ibu Mithali" yang baru menerima anugerah sebentar tadi."
Suara hadirin yang kehairanan mula kedengaran.

"Inilah dia abang-abang dan kakak- kakak saya!" suara hadirin semakin kedengaran. Mereka tidak dapat membendung rasa kekaguman.

"Yang mengeluarkan berbagai-bagai bunyi itu, Abang Long. Yang sedang merangkak ke sana ke mari itu, ialah Kak Ngah. Yang sedang mengesot ke ruang tamu itu, ialah Abang Alang. Yang sedang berjalan sambil berpaut pada dinding itu, ialah Kak Anjang. Yang sedang berjalan jatuh dari dapur ke dalam bilik itu, ialah Abang Andak."

"Seperti yang tuan-tuan dan puan-puan saksikan, tahap kecacatan fizikal dan mental abangabang dan, kakak-kakak saya tidak sama. Daripada yang tidak boleh bercakap dan bergerak langsung, seperti bayi yang baru lahir hinggalah kepada yang boleh berjalan jatuh dan, bercakap pelat-pelat, seperti budak berumur satu atau, dua tahun."
Hadirin yang sebentar tadi bingit suaranya kini terdiam kembali. Mereka menonton video yang sedang ditayangkan itu dengan khusyuknya.

"Untuk pengetahuan semua, abang-abang dan kakak-kakak saya, telah menjangkau usia 20-an dan, 30-an. Namun, meskipun telah dilatih dengan sungguh-sungguh, mereka masih belum pandai mengurus makan minum dan berak kencing mereka sendiri. Lihatlah betapa sukarnya mak hendak melayan makan dan, pakai mereka."
"Sewaktu saya berusia enam atau, tujuh tahun, saya sering mencemburui abang-abang, dan kakak-kakak kerana mereka, mendapat perhatian istimewa daripada mak. Saya iri hati melihat mak memandikan mereka. Saya sakit hati melihat mak menyuap mereka. Sedang saya disuruh buat semua itu sendiri."

"Mirah dah besar, kan ? Mirah dah boleh uruskan diri Mirah sendiri, kan ?" Lembut nada suara mak tiap kali dia memujuk saya. Namun, kelembutan itu telah menyemarakkan api radang saya

"Tapi, mak tak adil!" Saya kerap membentak. "Mak buat segalagalanya untuk kakak- kakak dan abang- abang. Kalau untuk Mirah, mak selalu berkira!"

"Mirah, abang-abang dan kakak-kakak Mirah tidak secerdas Mirah. Mereka cacat!" Berkali-kali mak menegaskan kepada saya. "Sebab itulah mak terpaksa membantu mereka."


"Mereka cacat apa, mak?" Saya membeliakkan mata kepada mak. "Semua anggota mereka cukup. Kaki dan tangan mereka tidak kudung. Mata mereka tidak buta. Yang betulnya, mereka malas, mak!"

"Mirah ... Mirah belum faham, sayang." Suara mak akan menjadi sayu tiap kali dia mempertahankan kakak-kakak dan abang-abang saya. Tetapi, kesayuan itu tidak pernah mengundang rasa simpati saya.

"Apabila difikirkan kembali, saya merasakan tindakan saya itu terlalu bodoh. Abang-abang dan kakak-kakak tak pernah kacau saya. Mak pun cuma sekali-sekala saja meminta bantuan saya menyuapkan mereka makan atau menukar kain lampin mereka. Itu pun saya tidak pernah ikhlas menolong.
Saya akan merungut tidak henti-henti sepanjang masa saya melakukan itu. Jika makanan yang saya suap tumpah atau jika abang-abang dan kakak-kakak terkencing atas tangan saya, ketika saya sedang menyalin kain lampin mereka, tangan saya ringan saja mencubit atau menampar mereka. Saya tahu mereka tidak pandai mengadu perbuatan jahat saya kepada mak. Ketika itu, memang saya langsung tidak punya rasa hormat kepada abang-abang dan kakak-kakak. Kepada saya, kehadiran mereka menyusahkan hidup saya."

"Hantarlah abang-abang dan kakak-kakak ke rumah kebajikan, mak." Saya pernah mengusulkan kepada mak, ketika saya berusia sepuluh tahun.
"Lepas itu, mak dan ayah boleh hidup senang-lenang macam mak dan ayah orang lain. Mirah pun takkan rasa terganggu lagi."

"Mereka anak-anak mak, Mirah. Jadi, maklah yang patut jaga mereka, bukan petugas-petugas di rumah kebajikan." Begitu reaksi mak setiap kali saya mencadangkan hal itu.

"Saya langsung tidak menghormati, apatah lagi mengagumi pendirian mak.
Mak memang sengaja menempah masalah. Mak tidak menghargai jalan keluar yang telah sedia terentang di hadapannya."

"Rasa geram dan marah saya sampai ke puncaknya, semasa saya berusia dua belas tahun. Pada hari itu, mak demam teruk hingga tidak dapat bangun. Ayah terpaksa ambil cuti untuk membawa mak ke klinik. Lalu, saya ditinggalkan untuk menjaga abang-abang dan kakak-kakak di rumah.
Sebelum meninggalkan rumah, biarpun dalam keadaan yang lemah, berkali-kali mak sempat berpesan kepada saya, agar jangan lupa memberi abang-abang dan kakak-kakak makan, dan menukar kain lampin mereka."
Suasana dewan terus sunyi. Hadirin masih khusyuk mendengar cerita gadis itu.

"Itulah kali pertama saya ditinggalkan bersama-sama abang-abang dan kakak-kakak, selama lebih kurang lima jam. Jangka masa itu cukup menyeksakan. Kebetulan pada hari itu, abang-abang dan kakak-kakak benar-benar mencabar kesabaran saya. Entah mengapa Abang Long enggan makan. Jenuh saya mendesaknya. Abang Alang dan Kak Ngah pula asyik mencirit saja. Letih saya menukar kain lampin mereka. Abang Andak pula, asyik main air ketika saya memandikannya. Basah lencun baju saya dibuatnya. Kak Anjang pula, asyik sepahkan nasi dan tumpahkan air.
Penat saya membersihkannya. "


"Apabila mak dan ayah pulang, saya sudah seperti kain buruk, tubuh saya lunyai. Saya sudah tidak berupaya melihat muka mak dan ayah. Saya terus melarikan diri ke rumah ibu kandung saya, yang terletak di sebelah rumah mak.. Begitulah lazimnya. Apabila fikiran saya terlalu kacau, saya akan ke rumah ibu untuk mencari ketenangan."

"Ibu!" Saya menerpa masuk lalu memeluk ibu. "Kenapa ibu bagi Mirah kepada mak? Kalau ya pun ibu tidak suka Mirah, bagilah Mirah pada orang lain yang lebih menyayangi Mirah, bukan mak."

"Mirah!" Ibu merangkul saya. " Kan dah berkali-kali ibu tegaskan yang ibu bagi Mirah kepada mak bukan kerana ibu tak sayang Mirah."

"Lazimnya ibu akan membuka kembali lipatan sejarah hidupnya apabila situasi itu berlaku.. Ibu ialah kakak mak. Ibu sakit teruk setelah melahirkan saya. Selama berbulan-bulan ibu terlantar di hospital, mak yang telah menjaga saya. Setelah ibu sembuh, ibu dapat lihat sendiri betapa gembiranya mak dapat menjaga seorang anak normal.

Justeru, ibu tidak sampai hati hendak memisahkan kami."

"Ibu telah berasa betapa nikmatnya menjaga tujuh orang anak yang pintar dan cerdas. Jadi, biarlah nikmat itu turut dirasakan oleh mak pula dengan menjaga Mirah. Lagipun, dengan menyerahkan Mirah kepada mak, ibu masih dapat melihat Mirah membesar di hadapan mata ibu, walaupun Mirah tinggal bersama-sama mak. Dari pemerhatian ibu, ibu rasa, mak lebih menyayangi Mirah berbanding dengan anak anaknya yang lain."

"Sayang apa? Ibu tahu tak yang rumah tu macam neraka bagi Mirah? Ibu tahu tak yang Mirah ni tak ubah seperti hamba di rumah tu?"

"Jangan besar-besarkan perkara yang kecil, Mirah. Ibu tahu sekali-sekala saja mak membebankan Mirah dengan kerja-kerja rumah dan tugas menjaga abang-abang dan kakak-kakak Mirah. Itu pun Mirah buat tidak sesungguh hati. Nasi mentahlah, lauk hanguslah, abang-abang, dan kakak-kakak kena lempanglah."

"Mak adu semua kepada ibu, Ya?" Saya masih mahu berkeras meskipun saya tahu saya bersalah.

"Mak jarang-jarang mengadu keburukan Mirah kepada ibu. Ibu sendiri yang kerap mengintai Mirah dan melihat bagaimana Mirah melaksanakan suruhan mak."

"Saya tunduk. Saya sudah tidak sanggup menentang mata ibu."

"Ibu malu, Mirah. Ibu mengharapkan kehadiran Mirah di rumah mak kau itu dapat meringankan penderitaan mak.

Tetapi, ternyata kehadiran Mirah di rumah itu menambahkan beban mak."

"Saya benar-benar rasa terpukul oleh kata-kata ibu."

"Ibu rasa, apa yang telah mak beri kepada Mirah, jauh lebih baik daripada apa yang diberi kepada anak-anaknya sendiri. Mirah dapat ke sekolah. Kakak-kakak dan abang-abang Mirah hanya duduk di rumah. Mirah dapat banyak pakaian cantik. Sedang anak-anak mak yang lain pakaiannya itu-itulah juga. Setiap kali Mirah berjaya dalam peperiksaan, mak sungguh gembira. Dia akan meminta ibu tolong menjaga abang-abang dan kakak-kakak kerana dia nak lihat Mirah terima hadiah."

"Saya tidak sanggup mendengar kata-kata ibu selanjutnya, bukan kerana saya tidak mengakui kesalahan saya, tetapi kerana saya benar-benar malu."

"Saya meninggalkan rumah ibu bukan kerana berasa tersisih daripada ibu kandung sendiri, atau berasa kecewa sebab tidak mendapat pembelaan yang diharap- harapkan. Saya meninggalkan rumah ibu dengan kesedaran baru." "Sesampainya saya ke rumah tempat saya berteduh selama ini,saya dapati mak yang belum sembuh betul sedang melayan kerenah abang-abang dan kakak-kakak dengan penuh sabar. Saya terus menghilangkan diri ke dalam bilik kerana saya dihantui oleh rasa bersalah. Di dalam bilik, saya terus resah-gelisah. "

"Mirah," panggilan lembut mak seiring dengan bunyi ketukan di pintu bilik saya. "Mirah."

"Saya cepat-cepat naik ke atas katil dan memejam mata, pura-pura tidur."

"Sejurus kemudian, terdengar bunyi pintu bilik saya dibuka. "Mirah dah tidur rupa-rupanya! Kesian. Tentu Mirah letih menjaga abang-abang dan kakak- kakak semasa mak, ke klinik siang tadi. Maafkan mak, sayang. Mak tahu Mirah masih terlalu muda untuk memikul beban seberat itu. Tapi, keadaan benar- benar terdesak pagi tadi, Mirah. Mak janji, lain kali mak tak akan kacau Mirah lagi. Mak akan meminta ibu atau orang lain menjaga abang- abang dan kakak-kakak kalau mak terpaksa tinggalkan rumah"

Sepanjang mak berkata-kata itu, tangan mak terus mengusap-usap dahi saya.. Suara mak tersekat-sekat. Saya terlalu ingin membuka mata dan menatap wajah mak ketika itu.

"Mirah, mak tahu Mirah tak bahagia tinggal bersama-sama mak."

Suatu titisan air mata gugur di atas dahi saya. Kemudian, setitik lagi gugur di atas pipi saya. Selepas itu, titisan-titisan itu kian rancak gugur menimpa serata muka dan leher saya.

"Walau apa pun tanggapan Mirah kepada mak, bagi mak, Mirah adalah segala-galanya. Mirah telah menceriakan suasana dalam rumah ini. Mirah telah menyebabkan mak berasakan hidup ini kembali berharga. Mirah telah. .."

"Mak!" Saya lantas bangun lalu memeluk mak. Kemudian, tiada kata-kata yang lahir antara kami. Yang kedengaran hanyalah bunyi sedu-sedan dan esak tangis.


Peristiwa pada hari itu dan, pada malamnya telah mengubah pandangan saya terhadap mak, abang-abang dan kakak-kakak. Saya mula merenung dan menilai keringat mak. Saya mula dapat menerima keadaan kakak- kakak dan abang- abang serta belajar menghormati dan, menyayangi mereka.

Keadaan dewan menjadi begitu sunyi seperti tidak berpenghuni sejak gadis itu berbicara.

Setelah meraih kejayaan cemerlang dalam peperiksaan penilaian darjah lima , saya telah ditawarkan untuk melanjutkan pelajaran ke peringkat menengah, di sebuah sekolah berasrama penuh. Saya telah menolak tawaran tersebut..

"Kenapa Mirah tolak tawaran itu?"

"Bukankah di sekolah berasrama penuh itu Mirah boleh belajar dengan sempurna?"

"Betul tu, Mirah. Di sana nanti Mirah tak akan berdepan dengan gangguan daripada abang-abang dan kakak-kakak! "

"Mirah tak menyesal ke, kemudian hari nanti?"

Bertubi-tubi mak dan ayah menyoal. Mata mereka tidak berkelip-kelip memandang saya.

"Mak, ayah." Saya menatap wajah kedua-dua insan itu silih berganti.
"Mirah ingin terus tinggal di rumah ini. Mirah ingin terus berdamping dengan mak, ayah, abang-abang dan kakak-kakak. "

"Tapi, boleh ke Mirah buat ulang kaji di rumah? Pelajaran di sekolah menengah itu, bukannya senang." Mak masih meragui keupayaan saya.

"Insya-Allah, mak. Mirah rasa, Mirah dapat mengekalkan prestasi Mirah semasa di sekolah menengah nanti," balas saya penuh yakin.

Mak dan ayah kehabisan kata-kata. Mulut mereka terlopong. Mata mereka terus memanah muka saya. Garis-garis kesangsian masih terpamer pada wajah mereka. Sikap mak dan ayah itu telah menguatkan azam saya untuk terus menjadi pelajar cemerlang, di samping menjadi anak dan adik yang baik.

Selama di sekolah menengah, mak sedapat mungkin cuba membebaskan saya daripada kerjakerja memasak dan mengemas rumah, serta tugas menjaga makan pakai abang-abang dan kakak-kakak kerana takut pelajaran saya terganggu. Sebaliknya saya lebih kerap menawarkan diri untuk membantu, lantaran didorong oleh rasa tanggungjawab dan timbang rasa.

Gadis yang bernama Nurul Humairah itu terus bercerita dengan penuh semangat, apabila melihatkan hadirin di dalam dewan itu mendengar ceritanya dengan penuh minat.

"Saya terpaksa juga meninggalkan rumah sewaktu saya melanjutkan pelajaran di Universiti Kebangsaan Malaysia . Di sana saya membuat pengkhususan dalam bidang pendidikan khas. Bidang ini sengaja saya pilih kerana saya ingin menabur bakti kepada segelintir pelajar yang kurang bernasib baik. Di samping itu, pengetahuan yang telah saya peroleh itu, dapat saya manfaatkan bersama untuk abang-abang dan kakak-kakak. "

"Kini, telah setahun lebih saya mengharung suka duka, sebagai seorang guru pendidikan khas di kampung saya sendiri. Saya harus akui,segulung ijazah yang telah saya miliki tidak seberapa nilainya, berbanding dengan mutiara-mutiara pengalaman yang telah mak kutip sepanjang hayatnya."

"Sekarang, saya lebih ikhlas dan lebih bersedia untuk menjaga abang-abang dan kakak-kakak. Pun begitu, hati ini sering tersentuh apabila beberapa kali saya terdengar perbualan mak dan Ayah."

"Apa akan jadi kepada kelima-lima orang anak kita itu lepas kita tak ada, bang?" suara mak diamuk pilu..

Ayah akan mengeluh, kemudian berkata, "Entahlah. Takkan kita nak harapkan Mirah pula?"

"Mirah bukan anak kandung kita." Mak meningkah. "Kita tak boleh salahkan dia kalau dia abaikan abang-abang dan kakak-kakaknya. "

"Mirah nak tegaskan di sini, mak, yang Mirah akan membela nasib abang-abang dan, kakak-kakak lepas mak dan ayah tak ada. Ya, memang mereka bukan saudara kandung Mirah. Tapi, tangan yang telah membelai tubuh Mirah dan tubuh mereka adalah tangan yang sama. Tangan yang telah menyuapkan Mirah dan mereka, juga tangan yang sama. Tangan yang memandikan Mirah dan mereka, adalah tangan yang sama, tangan mak."

Kelihatan gadis yang berkebarung ungu, berbunga merah jambu itu, tunduk sambil mengesat air matanya dengan sapu tangannya. Kebanyakan hadirin, khususnya wanita turut mengesat air mata mereka.

Gadis itu menyambung bicaranya. Tiga bulan lalu, saya terbaca mengenai pencalonan anugerah "Ibu Misali" dalam akhbar. Saya terus mencalonkan mak, di luar pengetahuannya. Saya pasti, kalau mak tahu, dia tidak akan merelakannya. Saya sendiri tidak yakin yang mak akan terpilih untuk menerima anugerah ini, sebab anak- anak mak bukan terdiri daripada orang-orang yang disanjung masyarakat, seperti lazimnya anak- anak "Ibu Misali" yang lain.

"Lorong dan denai kehidupan yang orang-orang seperti mak lalui mempunyai banyak duri dan, ranjau berbanding dengan ibu-ibu lain. Betapa keimanan mak tidak tergugat biarpun berdepan dengan dugaan yang sebegini hebat. Tiada rasa kesal. Tiada rasa putus asa. Tidak ada salah-menyalahkan antara mak dan ayah."

"Maafkan Mirah sekali lagi, mak. Hingga ke saat- saat terakhir tadi, mak masih tidak menyenangi tindakan Mirah mencalonkan mak, untuk menerima anugerah ini. Mak merasakan diri mak terlalu kerdil lebih-lebih lagi setelah mak mendengar pengisahan "Ibu Misali" pertama, kedua dan ketiga. Berkali-kali mak tegaskan yang mak menjaga anak-anak mak bukan kerana mahukan anugerah ini, tapi kerana anak-anak adalah amanah Tuhan."

"Saya ingin jelaskan di sini bahawa saya mencalonkan mak untuk anugerah ini, bukan dengan tujuan merayu simpati. Saya cuma berharap kegigihan dan ketabahan mak akan dapat direnung oleh ibu-ibu lain, terutama ibu-ibu muda yang senang-senang mendera dan mencampakkan anak mereka yang cornel, segar-bugar serta sempurna fizikal dan, mental."

"Sebagai pengakhir bicara, sekali lagi saya ingin merakam penghargaan saya kepada pihak penganjur, kerana telah mempertimbangkan mak saya sebagai salah seorang penerima anugerah "Ibu Misali" tahun ini. Semoga pemilihan mak ini akan memberi semangat baru kepada ibu-ibu lain yang senasib dengan mak."

"Sekian, wassalamualaikum warahmatullah. "

Gadis itu beredar meninggalkan pembesar suara.

Penku telah lama terbaring. Buku notaku telah lunyai dek air mataku sendiri. Bahuku dienjut-enjut oleh sedu- sedanku. Pandanganku menjadi kabur. Dalam pandangan yang kabur-kabur itu, mataku silau oleh pancaran cahaya kamera rakan semejaku. Aku segera mengangkat kameraku dan menangkap gambar secara rambang tanpa mengetahui sudut mana atau, apa sebenarnya yang telah menarik perhatian wartawan-wartanan lain.

'Bertenang. Kau di sini sebagai pemberita. Kau seharusnya berusaha mendapat skop yang baik, bukan dihanyutkan oleh perasaan kau sendiri.'
Terdengar pesanan satu suara dari dalam diriku.

Lantas, aku mengesat air mataku. Aku menyelak buku notaku mencari helaian yang masih belum disentuh oleh air mataku. Aku capai penku semula.

"Demikianlah kisah pelayaran seorang ibu di samudera kehidupan yang tidak sunyi dari ombak dan badai. Sekarang, dijemput Yang Berbahagia Puan Sri Salwa Najwa dengan diiringi oleh Pengerusi Jawatankuasa Pemilihan "Ibu Mithali" untuk menyampaikan anugerah "Ibu Mithali" serta beberapa hadiah iringan kepada Puan Afifah Rashid. Yang Berbahagia Puan Sri dipersilakan. "

Nurul Humairah membantu maknya bangun. Kemudian, dia memimpin maknya melangkah ke arah Yang Berbahagia Puan Sri Salwa Najwa. Lutut maknya menggeletar. Namun begitu kerana dia tidak berdaya menahan perasaannya dia terduduk kembali di atas kerusi.

Melihatkan itu, Yang Berbahagia Puan Sri Salwa Najwa sendiri datang mendapatkan Puan Afifah, lalu mengalungkan pingat itu. Setelah itu, beliau menyampaikan beberapa hadiah iringan. Air mata Puan Afifah berladung.

Tepukan gemuruh bergema dari segenap penjuru dewan. Sejurus kemudian, seorang demi seorang penerima anugerah "Ibu Mithali" sebelumnya, naik ke pentas bersalaman dan berpelukan dengan Puan Afifah. Bertambah lebatlah hujan air mata penerima anugerah "Ibu Mithali" yang terakhir itu.

Saturday, October 24, 2009

Petua doa dimakbul

berikut antara 9 petua drpd Rasulullah s.a.w untuk mencapai doa mustajab:

1- anas bin malik meriwayatkan bahawa Rasulullah bersabda:
" doa antara azan dan iqamat tidak akan ditolak."

2- sesungguhnya Rasulullah bersabda:
" Allah akan turun ke langit dunia setiap malam iaitu sepertiga malam yg terakhir, seraya berfirman: ' sesiapa yg berdoa kpd-Ku, maka Aku akan menerima permintaannya dan sesiapa yg meminta keampunan-Ku, maka Aku akan mengampuninya.' "

3- abu hurairah meriwayatkan bahawa Rasulullah bersabda:
" tiga org yg tidak ditolak doanya iaitu pemimpin yg adil, org yg berpuasa ketika dia berbuka dan org yg dianiaya. Allah mengangkat doa2 itu ke awan dan pintu2 langit dibuka."

4- ibnu abbas meriwayatkan bahawa Rasulullah bersabda:
" aku dilarang membaca Al-Quran ketika sujud dan rukuk. waktu yg paling dekat antara hamba dan Tuhannya adalah ketika sujud, maka perbanyakkanlah doa ketika itu."

5- hadis abu hurairah r.a, Rasulullah s.a.w bersabda:
" jika kamu mendengar ayam jantan berkokok, pohonlah kurnia drp Allah kerana sesungguhnya haiwan itu melihat malaikat. jika kamu mendengar keldai memekik, pohonlah perlindungan drp Allah drp godaan syaitan kerana haiwan itu melihat syaitan."

6- ubadah bin as-shamit berkata bahawa Nabi Muhammad s.a.w bersabda:
" sesiapa yg bangun pd malam hari dan mengatakan atau berdoa, doanya akan dimakbulkan. apabila beliau berwuduk (dan mengerjakan solat malam), solatnya akan diterima Allah."

7- ata bin abi rabah berkata: " telah sampai pdku bahawa Rasulullah bersabda:
' sesiapa yg membaca surah yaasin pd permulaan hari maka segala hajatnya akan dipenuhkan.' "

8- hadis drpd abu hurairah, Rasulullah bersabda:
" doa seseorg itu akan dimakbulkan selagi dia tidak terburu-buru menyebabkan dia berkata: ' Aku berdoa tetapi tidak dimakbulkan'. "

9- hadis drpd abu hurairah: Rasulullah memperkatakan mengenai jumaat. lalu baginda bersabda:
" pd hari jumaat itu ada suatu saat, bila mana seorg muslim dpt menepatinya dlm keadaan sedang berdoa, memohon sesuatu drpd Allah, pasti dia akan dianugerahkan apa yg dipohonnya itu."


Wednesday, October 14, 2009

Haji & Umrah


Ibadat haji dan umrah merupakan satu amalan yang mesti dilakukan oleh setiap Muslim mukalaf yang berkemampuan, sekali dalam seumur hidupnya.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Imran: 97 yang bermaksud: Dan Allah SWT mewajibkan manusia mengerjakan ibadat haji dengan mengunjungi Baitullah iaitu sesiapa yang mampu dan berkuasa sampai kepadanya. Dan sesiapa yang kufur (ingkarkan kewajipan ibadat haji itu) maka sesungguhnya Allah SWT Maha Kaya (tidak berhajat kepada sesuatu pun) daripada sekalian makhluk. Sementara dalam surah al-Baqarah ayat 196 turut menjelaskan yang bermaksud: Dan sempurnakanlah haji dan umrah kerana Allah...

Oleh itu, jelaslah kepada kita bahawa amalan haji dan umrah adalah diwajibkan kepada mereka yang mampu dan cukup syarat-syaratnya. Rezeki yang diberi oleh Allah selalu digunakan untuk keperluan seperti makan, minum dan sebagainya. Elok benar sekiranya rezeki yang melebihi keperluan harian disimpan dan diguna untuk beribadat kepada Allah. Oleh itu, sewajarnya mereka yang diberi rezeki yang lebih oleh Allah untuk menunaikan haji dan umrah.

Ali r.a. berkata Rasulullah bersabda : "Barang siapa ada bekalan dan cukup perbelanjaan untuk menunaikan fardu haji tetapi ia tidak menunaikan fardu haji, maka tidak ada beza baginya mati sebagai Yahudi ataupun Kristian."

Rukun haji dan umrah

Rukun haji atau umrah adalah satu pekerjaan yang mesti dilakukan oleh mereka yang melaksanakan haji atau umrah. Jika tidak ditunaikan, sama ada sengaja atau tidak, maka tidak sah haji atau umrahnya.

Dengan itu, setiap jemaah perlu mempelajari amalan-amalan haji dan umrah dengan sebaik-baiknya. Diingatkan juga para jemaah tidak boleh mengambil mudah perkara ini kerana ia adalah kesempurnaan haji atau umrah.

Jika jemaah tidak laksana rukun-rukun itu atau laksana tetapi tidak sempurna mengikut syarat-syaratnya, maka tidak sah haji atau umrahnya.

Harapan kita untuk laksanakan haji atau umrah bagi dapat pahala, tetapi bukan pahala yang dapat, sebaliknya bala. Sebabnya, kerana tidak laksanakan amalan-amalan rukunnya dengan sempurna. Keadaan ini selalu berlaku kerana kita tidak mahu belajar dan mengambil mudah. Malah ada setengah di kalangan kita menganggap ia seperti pergi melancong ke tempat-tempat bersejarah yang lain.

Salah satu perbezaan amalan haji dan umrah dengan amalan-amalan lain dari segi perlaksaannya, apabila bermula maka ia mestilah diselesaikan amalan-amalan sehingga tahallul jika tidak akan dikenakan dam. Begitu juga berpindah daripada rukun ke rukun lain melainkan telah selesai dan sempurna rukun yang sebelumnya.

RUKUN HAJI

1. Niat ihram haji, 2. Wukuf, 3. Tawaf, 4. Saie, 5. Bergunting/bercukur dan 6. Tertib pada kebanyakan rukun

RUKUN UMRAH

1. Niat ihram umrah, 2. Tawaf, 3. Saie, 4. Bergunting/bercukur dan 5. Tertib

1. Rukun pertama haji dan umrah

l Niat ihram haji

"Sahaja aku mengerjakan haji dan berihram dengannya kerana Allah SWT"

l Niat ihram umrah

"Sahaja aku mengerjakan umrah dan berihram dengannya kerana Allah SWT"

Dengan niat ihram, maka diharamkan ke atas mereka melakukan perkara-perkara yang dilarang dalam masa ihram. Oleh itu, sebelum mereka berniat ihram disunatkan mereka melakukan perkara-perkara seperti berikut: i. Mengerat kuku, ii. Mendandan misai dan rambut, iii. Menanggalkan bulu-bulu ketiak, ari-ari dan sebagainya. iv. Mandi sunat ihram dengan niat "Sahaja aku mandi sunat ihram kerana Allah SWT", v. Mengambil wuduk, vi. Memakai minyak rambut, vii. Memakai kain ihram warna putih, viii. Mendirikan solat sunat ihram

Setelah itu bolehlah berniat ihram serta bertalbiah. Bagi wanita haid dan nifas dibolehkan berniat ihram. Ihram haji atau umrah, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda kepada Aisyah r.ha tentang haid. "Engkau buatlah apa sahaja yang dilakukan orang yang mengerjakan haji kecuali tawaf."

2. Rukun kedua haji (tiada pada umrah)

Wuquf di Arafah

Arafah adalah satu padang yang terletak di Wadi Wuranah sebelah Muzdalifah dan dikelilingi bukit pasir yang menghala ke Taif. Jemaah haji perlu berada di sini walaupun seketika dalam sebarang keadaan seperti duduk, berbaring atau tidur bermula dari gelincir matahari (masuk waktu Zuhur) 9 Zulhijjah sehingga sebelum terbit fajar (masuk waktu Subuh) 10 Zulhijjah.

Oleh itu, syarat sah berwuquf, jemaah telah berniat dengan niat haji, jemaah berkeadaan seorang yang layak menunaikan ibadat (tidak gila, pengesan, mabuk dan hilang akal sepanjang masa wuquf) dan jemaah perlu berada di situ walaupun seketika. (dalam waktu wuquf).

3. Rukun ketiga bagi haji dan kedua bagi umrah.

Tawaf haji dan tawaf umrah

Mengelilingi kaabah sebanyak tujuh kali dengan syarat-syaratnya seperti berikut: i. Berwuduk (suci daripada hadas besar dan kecil), ii. Menutup aurat, iii. Suci badan, pakaian dan tempat tawaf daripada najis, iv. Bermula dan berakhir di sudut Hajarul Aswad, v. Menjadikan kaabah di sebelah kiri dan berjalan ke hadapan, vi. Dilakukan dalam Masjidil Haram dan di luar binaan kaabah, Hijir Ismail dan Syazarwan, vii. Tetap niat tawaf sepanjang masa tawaf, viii. Cukup tujuh pusingan dengan yakin.

Dalam isu batal wuduk semasa mengerjakan tawaf, maslahat jemaah haji dijamin, masyaqquh dan haraj mereka seperti kesesakan di tempat tawaf yang boleh menyebabkan berlaku persentuhan lelaki dan perempuan, ia dapat dihindarkan dengan beralih daripada pendapat Syafie yang masyhur dan berpegang kepada pendapat marjuh dalam Mazhab Syafie.

Jemaah haji boleh menggunakan pendapat yang menyatakan tidak batal wuduk jika berlaku persentuhan lelaki dan perempuan tanpa syahwat. (Muzakarah Haji Kali 21. 5-7 Jun 2005)

Niat untuk tawaf haji atau umrah, tidak perlu niat kerana niat tawaf telah termasuk dalam niat ihram haji atau umrah. Jika jemaah hendak niat juga, tidak mengapa. Niat tawaf lain seperti tawaf qudum (selamat datang), tawaf sunat, tawaf wada (selamat tinggal), tawaf nazar, tawaf tahyatubait perlu kepada niat. Niat itu sebelum daripada memulakan tawaf.

4. Rukun keempat bagi haji dan ketiga bagi umrah

Saie

Saie yang diertikan ialah berulang alik di antara Bukit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali dengan syarat-syarat sah. Syarat sah saie ialah; (1) Dilakukan selepas tawaf rukun atau tawaf qudum, (2) Bermula di Bukit Safa dan berakhir di Bukit Marwah, (3) Cukup tujuh kali dengan yakin dikira sekali daripada Safa ke Marwah dan sekali daripada Marwah ke Safa, (4) Hendaklah sampai ke penghujung tempat saie di Safa dan di Marwah, (5) Hendaklah saie di Battnuwadi (iaitu kawasan yang telah ditetapkan oleh syarak untuk saie), (6) Tidak berniat lain yang memesongkan tujuan saie.

Dalam Muzakarah Haji Ke-25 telah menetapkan bahawa sah mengerjakan saie di tempat saie yang telah diperbesarkan. Pelebaran itu telah dilaksanakan pada musim haji 1429H.

6. Rukun kelima bagi haji dan keempat bagi umrah

Bergunting/bercukur

Bergunting atau bercukur membawa pengertian ialah menanggalkan sekurang-kurangnya tiga helai rambut di kepala dengan menurut syarat-syarat sahnya; i. Telah masuk waktu

(Bergunting/ bercukur untuk haji bermula tengah malam 10 Zulhijjah)

(waktu bergunting/bercukur umrah ialah setelah selesai saie umrah), ii. Rambut di kepala, iii. Tidak kurang daripada tiga helai rambut.

Ibadat haji ada dua Tahallul iaitu Tahallul Awal dan Tahallul Thani. Tahallul Awal terhasil apabila jemaah haji selesai mengerjakan dua daripada tiga perkara berikut: i. Melontar jamrah kubra (10 Zulhijjah) masa melontar bermula tengah malam 10 Zulhijjah hingga terbenam matahari 13 Zulhijjah, ii. Bergunting/bercukur , iii. Tawaf rukun dan saie rukun.

Tahallul Thani dikira selesai apabila jemaah melakukan ketiga-tiga perkara tersebut. Dengan itu dapatlah kita fahami bahawa bertahallul itu, terhasil bukan saja dengan bergunting/bercukur rambut. Begitu juga boleh bergunting rambut orang lain sebelum ia menggunting rambutnya.

Cuma afdalnya ia bergunting atau bercukur bagi dirinya terlebih dahulu sebelum ia mencukur/mengguntin g orang lain. Sah juga ia mencabut rambut di kepala tanpa berguting. Boleh gunting rambut di mana-mana bahagian rambut tidak semestinya di pangkal rambut.

6. Rukun keenam bagi haji (tertib pada kebanyakan rukun) rukun kelima bagi umrah (Tertib)

Haji - Tertib Pada Kebanyakan Rukun

Rukun haji dikerjakan dengan tertib pada kebanyakan rukun iaitu didahulukan niat ihram dan rukun-rukun yang lain didahulukan wukuf dari tawaf ifadah dan didahulukan tawaf dari saie. Saie haji boleh mendahului wukuf dengan syarat telah melakukan Tawaf Qudum, begitu juga bercukur/bergunting boleh mendahului tawaf jika telah masuk waktunya.

Umrah - Tertib

Melaksanakan rukun umrah satu persatu iaitu yang dahulu didahulukan.

Tuesday, October 13, 2009

Adab dalam Persahabatan



Apabila bersahabat, diri sendiri & sahabat harus mempunyai tanggungjawab & punya harapannya sendiri. Antaranya ialah :-

1. Ketahanan bergurau senda, adat bergurau terlebih usik. Pastikan kita & sahabat saling boleh menerima gurauan oleh itu berfikir dahulu sebelum ianya berlaku.


2. Jgn terlalu celupar atau mengkritik, kita sendiri tidak semestinya bagus dan betul.

3. Jgn terlalu mengambil tahu hal peribadi org terdekat dgn sahabat spt tunang, isteri/suaminya atau kaum keluarganya.

4. Perkara sensitif spt gaji, kenaikan pangkat & hutangnya usah ditanya.

5. Pandai menyimpan rahsia terutama hal peribadi spt rumahtangga atau hubungan suami isteri sahabat.

6. Terima kekurangan & keburukan sahabat seadanya. Cuba lihat nilai positifnya dan lihat diri sendiri, diri kita tidak tentunya baik.

7. Bijak menyesuaikan tutur kata dgn emosi sahabat. Jangan cakap mengikut sedap mulut tanpa memikir kesannya kepada sahabat.

8. Berita baik atau berita sedih sahabat, biarlah dia sendiri memberitahu rakan lain walaupun kita sudah mengetahui. Ini tanda kita menghormatinya. Jangan terlalu busy body dengan cerita kehidupan sahabat kita tanpa memikir kesannya kepada sahabat kita.

9. Menghormati hak & kehidupan peribadi sahabat. beri peluang sahabat bersendiri. Jikalau terlalu berdampingan, mungkin menjemukan & kita hanyamenyekat perhubungan dgn insan lain.

10. Jika salah seorg marah, beri peluang dia melepaskan amarah di hati.Jgn dibalas, berdiam & tunggu hingga dia reda & sejuk. Pasti hubungan akan kembali spt biasa. Manusia harus menerima hakikat setiap org ada lautan hati yg pasang surut.

11. Sewaktu sahabat sedang marah, elok mendiamkan diri. Jikalau dia mengomel, dengar & angguk. Itu lebih baik dpd membuat komen. Ia boleh memburukkan keadaan.

12. Jangan memburukkan sahabat di hadapan orang lain dan membanggakan diri dengan mengadakan cerita i.e. kekayaan, kecantikkan dan sebagainya. Bangga diri tidak membawa kita ke mana-mana sebaliknya bersyukur dgn apa yang dikurnia oleh Allah s.w.t

Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya hati manusia akan berkarat sebagaimana besi yang dikaratkan oleh air." Bila seorang bertanya, "Apakah caranya untuk menjadikan hati-hati ini bersih kembali?" Rasulullah s.a.w. bersabda, "Selalulah ingat mati dan membaca Al Quran."

Wednesday, September 16, 2009

Amalan 10 Malam Terakhir Ramadhan


DIkirim oleh epondok di September 14, 2009

Antara amalan Nabi SAW apabila mendekati 10 malam terakhir Ramadan adalah:

1. Melakukan qiamullail;

2. Menggerakkan keluarga untuk solat malam pada malam itu;

3. Tidak mendatangi isteri (daripada melakukan jimak);

4. Mandi antara Maghrib dan Isyak;

5. Iktikaf dalam masjid.

Aisyah meriwayatkan bahawa Nabi SAW tidak sentiasa melakukan ibadat pada 10 yang terakhir Ramadan dengan cara yang tidak pernah dilakukan pada waktu selainnya. (Riwayat Muslim)

Dalam hadis ini nabi memberikan penumpuan khusus kepada malam terakhir Ramadan untuk merebut peluang mendapat lailatul qadar yang disifatkan Allah dalam ayat ke-3 surah al-Qadar sebagai: “Lailatulqadar lebih baik daripada 1,000 bulan.”

Demikian pula dalam hadis sahih riwayat al-Bukhari dan Muslim, maksudnya: “Sesiapa mengerjakan ibadah pada lailatulqadar kerana imannya kepada Allah dan mengharapkan keredaan-Nya, diampunkan dosanya yang lalu”.

Diriwayatkan al-Tabarani daripada Ali bahawa Nabi SAW mengejutkan keluarganya pada 10 hari terakhir di kalangan yang kecil dan besar dan yang dewasa yang mampu melakukan solat.

Dalam sesetengah riwayat apa yang sangat dituntut ke atas Muslim ialah menggerakkan keluarga pada malam ganjil seperti 21, 23, 25, 27 dan 29 kerana mengharapkan lailatulqadar. Pada malam pilihan seperti ini, Nabi SAW menurut riwayat Anas dan Aisyah, menjauhi hubungan suami isteri untuk berada di masjid bertujuan melakukan iktikaf sama ada mendirikan solat sunat, beristighfar dan sebagainya.

Persiapan Nabi SAW untuk menghadapi iktikaf juga harus kita contohi. Ibn Abi Ashim meriwayatkan daripada Abu Huzaifah Nabi SAW pernah mandi sebelum beriktikaf dengan dilindungi Abu Huzaifah. Kemudian Abu Huzaifah mandi dan Baginda menjadi dindingnya. Inilah sebabnya sahabat gemar mandi setiap malam antara Maghrib dan Isyak sebelum ke masjid untuk iktikaf.

Ulama Islam berbeza pandangan mengenai pelaksanaan qiamullail antara menghidupkan keseluruhan malam ataupun sebahagiannya saja. Abu Jakfar Muhammad Ali mengatakan Rasulullah menghidupkan sebahagian daripada malam, bukan sepanjang malam. Demikian juga Imam al-Syafi’iy dan amal ahli Madinah menyokong pendapat itu.

Ini berpandukan hadis riwayat Aisyah Nabi tidak pernah solat malam hingga ke Subuh tanpa berehat. Sesetengah ulama meringankan persoalan qiam sehingga mengatakan seseorang dianggap melakukan qiamullail disebabkan kesungguhannya bersolat jemaah Isyak dan Subuh. Ini berdasarkan riwayat dalam al-Muwatthak daripada Ibn Musayyib yang berkata, maksudnya: “Sesiapa yang menghadiri solat Isyak dengan berjemaah, sesungguhnya dia memperoleh bahagiannya daripada malam itu.”

Dalam riwayat daripada Imam al-Syafi’iy menyatakan: “Sesiapa yang solat Isyak dan Subuh berjemaah, dia mengambil bahagiannya daripada bulan itu.” Ibn Abi Dunya daripada Abu Jakfar Muhammad Ali meriwayatkan Nabi SAW bersabda: “Sesiapa yang datang kepadanya Ramadan, lalu dia berpuasa siangnya, solat Tarawih pada malamnya, menahan matanya daripada melihat perkara haram, menjaga kemaluannya, lidah dan tangannya dan sentiasa berusaha untuk solat berjemaah dan Jumaat, maka dia sudah memperoleh lailatulqadar dan pahala Allah SWT yang tidak ternilai harganya.”

Ringkasnya sekurang-kurang usaha membangunkan malam ataupun qiamullail untuk mendapat kelebihan lailatulqadar ialah melakukan solat Isyak dan subuh berjemaah bagi lelaki.

Bagi wanita khasnya yang uzur kerana haid dan nifas, masih mampu memperoleh lailatulqadar dengan melakukan ketaatan seperti beristighfar, berzikir, berselawat, mempertingkatkan sedekah dan mengamalkan doa yang dianjurkan Nabi kepada Aisyah iaitu: “Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Tuhan yang maha pengampun, Engkau gemar memberikan keampunan, maka ampunkan aku.”

Dalam tafsir Hasyiah al-Sawiy ‘alal Jalalain, al-Sawi berkata, doa paling penting yang dituntut ke atas kita mengamalkannya adalah memohon keampunan dan keafiatan seperti disarankan Nabi SAW.

Dalam zikir, kita mengucapkan: “Tiada Tuhan melainkan Allah yang sangat besar kemurahan-Nya, lagi sangat pemurah. Maha suci Allah SWT, yang memiliki tujuh petala langit dan Tuhan yang memiliki Arasy yang maha agung (tiga kali), maka sesungguhnya dia sudah mendapatkan lailatul qadar.”

Selain itu, sebagai tambahan bagi lelaki dan perempuan yang inginkan lailatulqadar terdapat amaran tegas daripada Nabi SAW seperti riwayat Ibn Abbas bermaksud: “Sesungguhnya Allah akan memerhatikan orang beriman daripada kalangan umat Nabi Muhammad, lalu dimaafkan bagi mereka dan dirahmati melainkan empat golongan iaitu peminum arak, penderhaka ibu bapa, orang selalu bertengkar dan orang memutuskan silaturahim.”


Tuesday, September 15, 2009

Doa untuk Pengantin ^_^



Ya Allah,
Andai Kau berkenan, limpahkanlah rasa cinta kepada kami,
Yang Kau jadikan pengikat rindu Rasulullah dan Khadijah Al Qubro
Yang Kau jadikan mata air kasih sayang
Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az Zahra
Yang Kau jadikan penghias keluarga Nabi-Mu yang suci.

Ya Allah,
Andai semua itu tak layak bagi kami,
Maka cukupkanlah permohonan kami dengan redlo-Mu
Jadikanlah kami Suami & Istri yang saling mencintai di kala dekat,
Saling menjaga kehormatan dikala jauh,
Saling menghibur dikala duka,
Saling mengingatkan dikala bahagia,
Saling mendoakan dalam kebaikan dan ketaqwaan,
Serta saling menyempurnakan dalam peribadatan.

Ya Allah,
Sempurnakanlah kebahagiaan kami
Dengan menjadikan perkawinan kami ini sebagai ibadah kepada-Mu
Dan bukti ketaatan kami kepada sunnah Rasul-Mu.

Ya Allah…
Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan cinta hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru [di jalan]-Mu, dan berjanji setia untuk membela syariat-Mu maka kuatkanlah ikatan pertaliannya.

Ya Allah…
Abadikan kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahaya-Mu yang tidak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakal kepada-Mu, hidupkanlah dengan ma’rifat-Mu, dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Dan semoga shalawat serta salam selalu tercurah kepada Mudammad SAW, kepada keluarganya dan kepada semua sahabatnya.

Ya Allah…
Hari ini ( tanggal 22 September 2009 ) dua hamba-Mu yang dhaif mematri janji dalam Mitsaqan Ghaliza di hadapan kebesaran-Mu. Kami tahu tidak mudah untuk memelihara ikatan suci ini dalam naungan ridha dan maghfirah-Mu. Kami tahu, amat berat bagi kami untuk mengayuh perahu rumah tangga kami menghadapi taufan godaan di hadapan kami. Karena itulah, kami datang memohon rahman dan rahim-Mu.

Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang lebih Engkau anugerahi kenikmatan, bukan-nya jalan orang-orang yang Engkau timpai kemurkaan, bukan pula jalan orang-orang yang Engkau tenggelam dalam kesesatan. Sinarilah hati kami dengan cahaya petunjuk-Mu.

Terangilah jalan kami dengan sinar taufik-Mu. Kalau Engkau berkenan menganugerahkan nikmat-Mu atas kami, bantulah kami untuk banyak berdzikir dan bersyukur atas nikmat-Mu itu. Hindari kami dari orang-orang yang terlena dalam kemewahan dunia. Lembutkan hati kami untuk merasakan curahan rahmat-Mu.

Ya Allah…
Indahkanlah rumah kami dengan kalimat-kalimat-Mu yang suci. Suburkanlah kami dengan keturunan yang membesarkan asma-Mu. Penuhi kami dengan amal shaleh yang Engkau ridhai. Jadikan mereka Yaa…Allah teladan yang baik bagi manusia.

Ya Allah…
Damaikanlah pertengkaran di antara kami, pertautkan hati kami, dan tunjukkan kepada kami jalan-jalan keselamatan. Selamatkan kami dari kegelapan kepada cahaya. Jauhkan kami dari kejelekan yang tampak dan tersembunyi.

Ya Allah…
Berkatilah pendengaran kami, penglihatan kami, hati kami, suami/isteri kami, keturunan kami dan ampunilah kami.

Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Amiin…

Monday, September 14, 2009

Riak jadikan amalan ibarat debu berterbangan



ADAKAH rahsia yang tersimpan di antara diri kita dengan Allah Taala? Menyembunyikan amal kebaikan dari pengetahuan orang lain. Sungguh berat untuk dilakukan kerana lumrahnya manusia memang suka kepada puji-pujian. Berbeza jika seseorang itu melakukan kejahatan, dia akan bersusah-payah menyembunyikan kejahatannya itu daripada pandangan manusia.


Bersyukurlah kerana Allah SWT menghijab segala aib kita daripada mata manusia. Apakah rahsia yang anda sembunyikan itu? Jika ia suatu kejahatan, maka banyakkanlah istighfar, kalau rahsia itu adalah amal ibadat yang ikhlas, maka bersyukurlah kerana Allah SWT menunjukkan diri anda.


Al-Shaikh Muhammad Salih Al-Munajjid menukilkan dalam kitabnya Silsilah A’mal al-Qulub: "Imam al-Mawardi menghasilkan penulisan yang banyak dalam bidang tafsir al-Quran, fiqah dan cabang ilmu lainnya. Namun tiada satu pun karyanya yang diterbitkan semasa hidupnya, melainkan ketika saat akhir hayatnya. Beliau berkata kepada sahabatnya "Semua buku itu adalah hasil karyaku, aku berwasiat kepadamu jika aku sedang menghadapi nazak, letakkanlah telapak tanganmu pada telapak tanganku. Jika aku menggenggamnya ketahuilah bahawa tidak ada satu pun daripada hasil tulisanku itu diterima oleh Allah Taala. Bawalah buku-buku itu ke sungai Tigris dan campakkanlah ia semua ke dalamnya. Sebaliknya, jika aku membuka tanganku, maka ketahuilah bahawa semuanya diterima Allah Taala sebagaimana yang kudambakan dari-Nya." Ternyata Imam al-Mawardi membuka tangannya dan sesuai dengan wasiatnya buku beliau telah diterbitkan.


Cukuplah hanya Allah SWT yang tahu segala amal baik yang dilakukan. Ini bukan bermakna kita tidak boleh menghebahkan amal berkenaan. Ia tidak salah jika diniatkan untuk memberi teladan kepada orang lain dan supaya syiar Islam dapat dijadikan contoh manusia seluruhnya. Tetapi bagaimana dengan risiko sifat riak yang merosakkan amal?


Jika kita tidak mahu terjebak oleh penyakit berbahaya ini, sebaiknya kembalilah mengulang kaji pelajaran ikhlas yang pernah membuat Saidina Abu Hurairah RA amat tertekan ketika menyebut tentang hadis Rasulullah SAW berikut ini. Dikatakan bahawa beliau kerap menangis kerana takut ketika membacakannya.


Sabda Rasululllah SAW yang bermaksud: "Sesungguhnya orang yang pertama kali diputuskan hukumannya pada hari kiamat kelak ialah seorang lelaki yang mati syahid, dia akan dihadapkan kepada Allah SWT, kemudian Allah SWT mengingatkannya akan nikmat yang pernah dianugerahkan kepadanya sewaktu di dunia dulu, maka dia pun kembali mengingatinya, kemudian Allah Taala bertanya "Apa yang engkau lakukan dengan nikmat yang Aku anugerahkan kepadamu? Ia menjawab "Nikmat itu saya pergunakan untuk berperang kerana membela agamaMu sehingga aku mati syahid. Allah SWT berfirman "Engkau dusta! Engkau telah berperang dengan tujuan supaya disebut sebagai orang yang berani (pahlawan) dan perkara itu telahpun diperkatakan orang sebegitu ke atas mu." Kemudian dia diheret di atas mukanya dan dicampakkan ke dalam neraka.



Kemudian dihadapkan pula seorang yang alim, dia mengajar ramai manusia dan banyak membaca al-Quran. Allah SWT bertanya "Apakah yang engkau telah lakukan dengan nikmat-ku itu? Ia berkata "Aku belajar ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain dan banyak membaca al-Quran demi keredaan-Mu. Allah berfirman "Engkau dusta! Sebenarnya engkau belajar dan mengajarkan ilmu supaya disebut sebagai orang alim, dan engkau membaca Al-Quran supaya mendapat gelaran Qari’ dan semua itu telahpun disebut orang sebegitu kepadamu." Orang itu kemudian diheret dan dihumban ke dalam neraka.


Kemudian dihadapkan pula orang yang dermawan yang diluaskan rezekinya oleh Allah Taala dengan pelbagai macam harta benda. Kemudian Allah bertanya "Apa yang engkau telah lakukan ke atas nikmatKu? Ia menjawab "Tiada satu jalan pun yang Engkau suruh supaya diberikan derma kepadanya kecuali saya telah dermakan harta saya di sana . Allah SWT berfirman "Engkau dusta! Engkau menderma supaya disebut sebagai orang yang dermawan dan ia telahpun disebut orang begitu kepadamu. Kemudian ia diheret ke neraka." Hadis riwayat Imam Muslim

Bolehkah kita terhindar daripada niat yang lain selain untuk Allah SWT? Betapa ruginya jika amal itu bagai debu yang berterbangan. Firman Allah Taala yang bermaksud "Dan kami tunjukkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu bagaikan debu yang berterbangan." (Surah Al-Furqan: Ayat 23).

Hasutan syaitan ke atas orang yang beramal tidak akan berhenti. Adakalanya kita berasa malas melakukan ibadat kerana ada bisikan yang mengatakan "Untuk apa beramal jika hati tidak ikhlas, tentu tidak diterima oleh Allah."

Saturday, September 12, 2009

Panduan iktikaf dalam masjid

sumber: http://epondok. wordpress. com/

Pengertian beriktikaf

Iktikaf ialah usaha mendiami dan menetap diri di dalam masjid dari seseorang yang tertentu dengan cara-cara tertentu. Dinamakan juga “Jiwar” (Al-Majmu’ An-Nawawi 6/407), dan merupakan suatu Halwah Syar’iyyah. (Kitab Mukhtasar Baghiah Al-Insan min wazaifi Ramadhan libni Rajab m/s 30)

Asas disyariatkan Iktikaf.

Asas disyarakkan iktikaf pada sepuluh akhir Ramadhan ialah :

1.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.

Maksudnya : Daripada Aisyah R.A (Isteri Rasulullah SAW) bahawa Nabi SAW selalu beriktikaf pada sepuluh akhir daripada bulan Ramadhan hingga diwafatkannya oleh Allah, kemudian (diteruskan sunnah) iktikaf selepasnya oleh para isterinya. (Muttafaq ‘Alaih (Al-Bukhari 2026, Muslim / 1772).

2.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قال : كَاْنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَعْتَكِفُ فِيْ كُلِّ رَمَضَانٍ عَشْرَةَ أَيَّامِ . فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِيْ قُبِضَ فِيْهِ اعْتَكَفَ عِشْرِيْنَ يَوْمًا.

Maksudnya : Daripada Abi Hurairah R.A, ia berkata : Adalah Nabi SAW selalu beriktikaf pada tiap-tiap Ramadhan sepuluh hari (akhirnya). Manakala pada tahun baginda diwafatkan, baginda beriktikaf dua puluh hari. (Sohih Al-Bukhari 2024)

Dengan itu, nyatalah bahawa iktikaf pada sepuluh akhir Ramadhan adalah sunat yang diamalkan secara berkekalan oleh Nabi SAW dan para isterinya, juga oleh para sahabatnya R.A.

Hukum Iktikaf

Telah Ittifaq (bersepakat) di antara imam-imam mazhab yang empat dan semua orang Islam, bahawa hukum iktikaf pada sepuluh akhir Ramadhan adalah sunat Muakkadah, kerana mengikut sunnah Rasulullah SAW. dan menuntuti Lailatul Qadar. (Syarah Sohih Muslim li An-Nawawi 8/67 , Fathul Bari li Ibni Hajar As-Asqolani 4/272).

Dan tidak khilaf bahawa tidak wajib iktikaf kecuali apabila bernazar dengannya.

Manakala hukum iktikaf pada lain daripada sepuluh akhir Ramadhan dan lain daripada iktikaf nazar yang wajib, maka ia adalah sunat (Istihbab) sahaja. Oleh itu sayugialah bagi tiap-tiap orang yang duduk di dalam Masjid kerana menunggu solat atau kerana lain-lain hal, sama ada hal dunia mahu pun akhirat, bahawa ia niat iktikaf padanya, walaupun ia tidak berpuasa, kerana itu dikira pahala dengannya selama mana ia tidak keluar daripadanya. Dan apabila ia masuk semula ke dalam masjid selepas daripada keluarnya, maka hendaklah ia memperbaharui niatnya. (Syarah Sohih Muslim 8/67)

Kelebihan iktikaf

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : … وَمَنْ اعْتَكَفَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ جَعَلَ اللهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ ثَلاَثَ خَنَادِقَ . كُلُّ خَنْدَقِ أَبْعَدُ مِمَّا بَيْنَ الْخَافِقَيْنِ.

Maksudnya : Daripada Ibnu Abbas R.A daripada Nabi SAW ia bersabda : … Dan barangsiapa yang beriktikaf satu hari kerana menuntut keredhaan Allah, nescaya Allah jadikan di antaranya dan di antara api neraka (berjauhan) tiga buah parit, di mana jarak di antara tiap-tiap satu parit lebih jauh daripada jarak antara dua mata angin. (Dikeluarkan oleh At-Tabrani dan Al-Hakim, ia berkata : Sohih Al-Isnad (At-targhib wa At-tarhib 2/149 – 150),

Hikmah / tujuan iktikaf

Di antara hikmah dan tujuan iktikaf ialah :

1. Meluangkan diri daripada kesibukan dunia dan anak isteri, demi mencari kejernihan jiwa dan membina kekuatan sebagai bekalan jentera dalam melancarkan kegiatan hidup secara lebih baik. (Syarah Sohih Muslim 8/69, Bada’i As-Sona’i li Al-Kasani 1/107)

2. Kalaulah Ramadhan merupakan sebulan ujian yang penuh dengan rahmat bagi masa setahun, maka iktikaf pada sepuluh hari akhir Ramadhan adalah beberapa hari yang merupakan ujian khas yang lebih tinggi kepada orang-orang yang telah berjaya menempuh ujian Ramadhan secara umumnya, untuk mendapatkan kejayaan khusus yang lebih cemerlang.

3. Berusaha untuk mendapatkan Lailatul Qadar menurut sunnah Rasulullah SAW.

Rukun iktikaf

Rukun iktikaf ada empat perkara :

  1. Berdiam diri di dalam masjid, sekurang-kurangnya sekadar tamakninah di dalam rukuk, dan tidak keluar darinya kecuali ada sebab-sebab yang diharuskan oleh syarak.

  1. Niat pada permulaan iktikaf atau pada pembaharuannya semula, seperti : “Sengaja aku iktikaf sepuluh akhir Ramadhan kerana Allah”.

  1. Orang yang beriktikaf, syaratnya ialah : Islam, berakal, bersih dari haid, nifas dan junub, serta mendapat keizinan suaminya (sekiranya ia adalah seorang isteri) dan tidak (bagi perempuan) di dalam ‘idah. (Al-Umm li As-Syafi’e 1/108, As-Sunan Al-Kubra li Al-Baihaqi 4/323)

  1. Tempat iktikaf, iaitu masjid.

Kenyataan iktikaf dalam masyarakat Islam

Adalah amat sedikit bilangan umat Islam yang beriktikaf pada sepuluh akhir Ramadhan berbanding dengan jumlah mereka yang ada di dunia ini. Itulah makanya sejak zaman dahulu lagi Ibnu Syihab Az-Zuhri pernah berkata :

عَجَبًا لِلْمُسْلِمِيْنَ تَرَكُوْا الإِعْتِكَافَ وَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَتْرُكْهُ مُنْذُ دَخَلَ الْمَدِيْنَةَ حَتَى قَبَضَهُ اللهُ .

Maksudnya : Hairan sekali keadaan orang-orang Islam ! Mereka sanggup tidak beriktikaf (sepuluh akhir Ramadhan) sedangkan Nabi SAW tidak pernah meninggalkan iktikaf sejak baginda datang ke Madinah Al-Munawwarah hingga Allah mewafatkannya. (Fathul Bari 285/4 , Bada’i As-Sona’i 1/108)

Memang tidak sayugia orang meninggalkan iktikaf pada sepuluh akhir Ramadhan … terutama bagi pendakwah-pendakwah dan pejuang-pejuang yang tidak berada di medan perang, juga orang-orang yang mengaku cinta kepada sunnah Rasulullah SAW !

Masjid yang diktikaf padanya

Yang paling baik ialah Masjidilharam di Mekah Al-Mukarramah, Al-Masjil An-Nabawi di Madinah Al-Munawwarah, Al-Masjid Al-Aqsa di Baitul Maqdis dan Masjid-masjid jami’ umumnya secara tertib, menurut besar dan ramai ahlinya. (Al-Umm li As-Syafi’e 1/107)

- Sah iktikaf di dalam semua masjid. (Syarah Sohih Muslim 8/68)

- Sah iktikaf di dalam masjid di atas sutuhnya atau menara yang berhubung dengannya atau rahabahnya (serambinya) atau di kawasan mana sahaja yang dinamakan masjid. (al-Majmu’ 6/436-437)

- Disunatkan seseorang perempuan yang beriktikaf di dalam masjid mengadakan tabir yang dapat melindungi dirinya dari penglihatan, tetapi tidaklah sampai menyempitkan ke atas orang yang bersolat. (Fathul Bari 4/277, Al-Mughni Li Qudamah 3/191)

- Sah iktikaf perempuan di dalam masjid di rumahnya, iaitu di mana-mana satu ruangan dari rumahnya yang disediakan khusus untuk solatnya di sisi Imam Abu Hanifah dan pendapat lama bagi Imam As-Syafi’e.(Syarah Sohih Muslim 8/68, Fathul Bari 4/275 dan Raudhah At-Tolibin 2/398)

- Harus bagi perempuan beriktikaf di dalam masjid bersama-sama dengan suaminya di sisi Al-Hanafiah dan Ahmad. (Bada’i As-Sona’i 2/113, Aujaz Al-Masalik li Kandahlawi 5/204)

- Makruh bagi perempuan beriktikaf di masjid umum yang didirikan solat jemaah di sisi Imam As-Syafie. (Fathul Bari 4/275)

- Suami berhak menahan isteri daripada beriktikaf dan mengeluarkannya daripadanya. (Al-Umm 2/108, Syarah Sohih Muslim 8/70)

Cara beriktikaf sepuluh akhir Ramadhan

1. Dimulai masuk masjid sebelum jatuh matahari bagi petang hari kedua puluh Ramadhan dengan niat iktikaf sepuluh akhir Ramadhan dan keluar daripadanya pada pagi Aidilfitri atau selepas jatuh matahari pada malamnya.

2. Harus bagi orang yang beriktikaf membawa hamparan khas untuknya masuk ke dalam masjid bersamanya dan harus pula mengambil mana-mana satu ruangan dari masjid sebagai tempat khas baginya, sekiranya tidak menyempitkan orang yang bersolat di dalam masjid.

3. Mengadakan solat sunat tahiyyatul masjid dua rakaat, kemudian menetap diri di dalamnya dan tidak keluar daripadanya kecuali ada sebab-sebab yang diharuskan.

4. Harus menjalankan ibadat iktikaf sunat secara tidak penuh atau tidak muwalah seperti iktikaf hanya sehari atau dua hari, nisbah kepada iktikaf di dalam masa sepuluh akhir Ramadhan, atau selang sehari atau hanya waktu malam dan sebagainya. (Fathul Bari 4/283, Raudhah At-Tolibin li An-Nawawi 2/393)

Sebab-sebab diharuskan keluar.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَاْنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم إِذَا اعْتَكَفَ يُدْنِيْ إِلَيَّ رَأْسَهُ فَأَرَجُلُهُ وَكَانَ لاَ يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلاَّ لِحَاجَةِ اْلإِنْسَانِ.

Maksudnya : Daripada Aisyah R.A, ia berkata : Adalah Nabi SAW apabila baginda beriktikaf, baginda menghulurkan / mendekatkan kepalanya kepadaku, maka aku pun menyikatkan rambutnya. Dan baginda tidak masuk ke dalam rumah, kecuali kerana hajat manusia. (Muttafaq ‘Alaih wa Lafz li Muslim 1/244)

Berkata Ibnu Hajar Al-’Asqolani, Maksud :”Hajat Al-insan”. Di sini ialah telah ditafsirkan oleh Az-Zuhri dengan : Buang air kecil dan buang air besar, di mana telah ittifaq oleh semua ulama’ bahawa dikecualikan pada kedua-duanya dan bersalahan pendapat di antara mereka pada yang lain daripada kedua-duanya seperti makan minum. (Fathul Bari 4/273)

Tegas Imam An-Nawawi : Berkata sahabat-sahabat kami : Harus bagi muktakif keluar masjid kerana mandi junub yang hasil dari mimpi dengan tidak khilaf. (Al-Majmu’ 6/430, Raudhah At-Tolibin 2/405)

Walau bagaimanapun , saya dapat rumuskan bahawa sebab-sebab atau keuzuran yang diharuskan bagi muktakif (orang yang beriktikaf) keluar dari masjid-masjid iktikafnya, secara tidak dianggap putus muwalah iktikafnya dan tidak berhajat kepada pembaharuan semula niatnya apabila ia masuk, setelah hilang sebab dan keuzurannya ialah :

1. Qadha hajat :

Iaitu buang air besar dan buang air kecil. Dan tidak mengapa sekiranya ia berwudhu’ di luar masjid, setelah selesai qadha hajat. Juga harus qadha hajat di dalam bilik air di rumah sendiri, walaupun jauh rumahnya dan sekalipun telah sedia ada bilik air di masjid atau di rumah kawan-kawan yang lebih dekat dengan masjid. Dan tidaklah disyaratkan bersangatan kuat rasa hendak qadha hajat bagi mengharuskan seseorang muktakif itu keluar menunaikan qadha’ hajatnya. (Raudhah At-Tolibin 2/405-406)

2. Mandi junub :

Iaitu mandi junub kerana mimpi dan sebagainya.

3. Berwudhu’ :

Kerana hendak berwudhu’ yang wajib, bukan tajdid, itu pun sekiranya tidak dapat berwudhu’ di dalam masjid. (Raudhah At-Tolibin 2/407, Al-Mughni li Ibni Qudamah 3/206)

4. Menyucikan najis :

Kerana menyucikan najis-najis pada badannya atau pakaiannya.

5. Sakit bahaya :

Kerana sakit berat yang boleh mengotorkan masjid. (Raudhah At-Tolibin 2/408)

6. Keluar darah haid :

Adapun keluar darah istihadhoh , maka kebanyakkan ulamak mengharuskan ia iktikaf di dalam masjid sekiranya tidak membawa kepada kekotoran masjid. (Aun Al-Ma’bud syarah Sunan Abi Daud 7/153)

7. Takut bahaya :

Kerana takut bahaya daripada mana-mana pihak. (Al-Umm 2/106, Raudhah At-Tolibin 2/408)

8. Darurat / kecemasan :

Kerana darurat untuk melepaskan diri atau orang lain dari apa-apa kecemasan dan bahaya atau sebagainya.

9. Dipaksa :

Kerana dipaksa oleh mana-mana sebab atau pihak secara kekerasan. (Al-Umm 2/105-106)

10. Makan / Minum :

Kerana hendak makan, sekalipun boleh makan di dalam masjid di sisi mazhab As-Syafie (Al-Umm 2/105-106) , begitu juga kerana hendak minum, sekiranya ia dahaga dan tidak ada air di dalam masjid. Ada pun sekiranya air telah sedia ada di dalam masjid, maka yang lebih sohih ialah ia tidak harus keluar daripadanya. (Al-Majmu’ 6/432-434 dan Raudhoh At-Tolibin 2/405-407)

Adapun di sisi mazhab Al-Maliki, maka tidak diharuskan makan dan minum di luar masjid tetapi diharuskan keluar untuk membeli makanan / minuman jika tidak ada pihak yang menyediakan makanan untuknya. (Mawahib Al-Jalil li Al-Hatob Al-Maliki dan At-Taj wa Al-Iklil li Al-Mawaq Al-Maliki 2/461)

Peringatan / Tambahan :

1. Pembaharuan niat :

Kesemua sebab-sebab atau keuzuran tersebut, apabila telah hilang atau selesai daripadanya, maka hendaklah ia segera kembali masuk semula beriktikaf dengan tidak payah memperbaharui niatnya. Kalau tidak, dikira batal iktikafnya (yakni muwalahnya) dan ia mesti memperbaharui semula niatnya.

2. Acap kali :

Tidak mengapa kalau seseorang muktakif itu acap kali keluar dari masjid tempat iktikafnya, sekiranya acap kali berlaku sebab-sebabnya, seperti senak perut dan sebagainya. (Al-Majmu’ li An-Nawawi 6/432-434, Raudhoh At-Tolibin 2/406)

3. Keluar semua badan :

Tidak diiktibarkan seseorang itu keluar dari masjid kecuali semua tubuh badannya dari masjid, bukan sekadar keluar satu juz daripada tubuh badannya. Kecuali apabila ia keluar dengan dua kakinya dan ia berdiri di atas kedua-duanya, maka diiktibarkan ia keluar, walau pun sebahagian daripada badannya seperti kepala atau tangannya masih berada di dalam masjid. (Raudhoh At-Tolibin 2/404)

4. Keluar dengan lupa :

Tidak dianggap batal iktikaf seseorang yang keluar dari masjid tempat iktikafnya dengan sebab lupa atau tidak sengaja. (Raudhoh At-Tolibin 2/398)

5. Mimpi keluar air mani :

Tidak diiktibarkan batal iktikaf seseorang yang bermimpi sampai keluar mani, tetapi hendaklah segera keluar untuk mandi junub.

6. Tidak mesti tergesa- gesa (terburu-buru) :

Apabila seseorang muktakif itu keluar dari masjid kerana apa-apa sebab dan hajat yang diharuskan, maka tidak disyaratkan ia bersegera … cukuplah dalam kadar biasa ia menjalankan hajat atau kerja hingga dapat menyelesaikannya, tetapi tidaklah sampai terlalu lewat. (Raudhoh At-Tolibin 2/406, Al-Majmu’ 6/429)

7. Hukum sewaktu di luar masjid.

Bersalahan pendapat ulama’ mengenai hukum seseorang yang beriktikaf, sewaktu ia berada di luar masjid kerana sebab-sebab yang diharuskan itu, apakah ia dikira sebagai orang yang beriktikaf atau tidak !.

8. Ziarah orang sakit dan menyaksi jenazah :

Harus bagi orang yang beriktikaf keluar untuk menziarahi orang-orang sakit atau mengebumikan mayat… sekiranya tidak ada orang lain yang mengurusnya. Tetapi apabila ia masuk semula beriktikaf lebih baik ia memperbaharui niatnya, kerana ada khilaf ulama’ mengenai batal (muwalah) iktikafnya. Adapun menziarahi orang sakit sambil melalui jalan kepada satu-satu hajat yang diharuskan tanpa berhenti, maka tidaklah memutuskan muwalah iktikafnya. Rasulullah SAW pernah lalu di tepi orang sakit walhal ia sedang dalam iktikafnya . Baginda hanya bertanya halnya sambil berjalan tanpa berpaling dan berhenti. (Dikeluarkan oleh Abu Daud raqm 2455)

Diriwayatkan daripada Ali RA, ia berkata : Orang yang beriktikaf (boleh) menziarahi yang sakit, menyaksi jenazah, menghadiri Jumaat dan menjumpai ahlinya, tetapi tidak duduk dengan mereka. (Al-Musonif li Ibni Abi Syaibah 8/631, dan Kanz Al-’Umal li Burhan Fauzi 3/87)

9. Solat Jumaat.

Ahli Jumaat yang beriktikaf di masjid yang bukan masjid jamek, hendaklah ia keluar dari tempat iktikafnya untuk pergi menunaikan fardu Jumaat di mana-mana masjid jamek dan batallah muwalah iktikafnya di sisi Al-jumhur. Setelah selesai solat Jumaat hendaklah ia kembali semula ke tempat iktikaf dengan memperbaharui niatnya semula. (Tuhfah Al-Ahwazi Syarah Jami’ At-Tirmizi 3/518-520, Al-Majmu’ 6/442)

Berkata Abu Hanifah dan sahabatnya : Tidak sayugia bagi seseorang muktakif itu keluar daripada masjid kerana satu-satu hajat, kecuali untuk Jumaat, buang air besar dan buang air kecil. Dan sayugia ia keluar kepada solat Jumaat, ketika diazan solat atau sebelumnya sedikit, iaitu sekira-kira selama ia di dalam masjid Jumaat ia sempat solat empat rakaat sebelum Jumaat dan empat rakaat selepasnya. (Bada’i A-Sona’i 1/114, Aun Al-Ma’bud 7/140)

Begitu juga pendapat Imam Ahmad, iaitu harus bagi seseorang yang beriktikaf di masjid yang tidak diadakan Jumaat padanya, keluar kerana bersolat Jumaat, dengan tidak dikira batal (muwalah) iktikaf kerana keluarnya adalah untuk sebab yang wajib dan yang tak dapat tidak baginya. (Al-Mughni 3/192)

Berkata Al-Thauriey, As-Syafi’e dan Ishak : Jikalau sekiranya seorang yang beriktikaf itu telah bersyarat mulai iktikaf bahawa ia akan keluar solat Jumaat atau ziarah orang sakit atau mengiringi jenazah, maka tidaklah batal iktikafnya dengan berbuat demikian. Ini adalah satu riwayat daripada Imam Ahmad (Fathul Bari 4/273), terutama sekiranya iktikaf itu sunat (Aunul Ma’bud 7/140).

Adapun di sisi mazhab Al-Maliki, maka dianggapkan batal juga muwalah iktikaf dengan sebab keluar solat Jumaat, tetapi diharuskan keluar kerana mandi dan membersihkan badan untuk Jumaat. Bahkan diharuskan juga keluar untuk mandi semata-mata kerana tujuan menyejukkan tubuh badan. (Mawahibul Jalil dan At-taj wal Iklil 2/462-463)

10. Kewajipan yang lebih afdhal dari beriktikaf (sunat) :

Sayugia bagi orang yang beriktikaf sunat bahawa ia keluar dari masjid iktikafnya kerana menjalankan satu-satu kewajipan yang lebih tinggi darjatnya dari iktikaf di sisi syarat … walaupun perkara itu adalah membatalkan (muwalah) iktikafnya. Kemudian hendaklah ia segera masuk semula dengan memperbaharui niat iktikafnya.

Suami Isteri semasa Iktikaf

1) Harus bagi isteri orang yang beriktikaf (muktakif) :-

a. Ziarah suaminya yang sedang beriktikaf di masjid dan bercakap dengannya, kerana Sofiyyah bt. Hayy R.A pernah menziarahi suaminya Rasulullah SAW dan bercakap-cakap dengannya sewaktu baginda sedang beriktikaf pada sepuluh akhir Ramadhan. (Sohih Al-Bukhari 24/257)

b. Berkhalwat dengannya dan berseronok (tamatta’) dengannya secara tidak bersyahwat, sama ada di dalam masjid atau di luarnya di sisi Al-Jumhur. (Fathul Bari 4/280, Raudah Al-Talibin 2/392)

c. Menolong suaminya, seperti menyikat rambutnya dan sebagainya, walaupun isterinya itu berada di dalam keadaan haid yang terpaksa dihulur keluar kepala suaminya dari masjid, kerana Aisyah RA pernah menyikat rambut Rasulullah SAW sewaktu baginda sedang iktikaf di dalam masjid. (Sohih Ibn Khuzaimah 3/348-349)

2) Perkara yang dilarang lakukan dengan isteri.

a. Berjimak dengannya, sama ada di dalam masjid atau sewaktu keluar darinya, sama ada di waktu malam atau siang. Apabila mana-mana orang yang beriktikaf itu berjimak dengan isterinya dalam keadaan ia sedar bahawa ia di dalam iktikaf walaupun di luar masjid serta tahu bahawa jimak itu dilarang ka atasnya, maka batallah iktikafnya dan hendaklah ia segera mandi junub dan masuk beriktikaf dengan memperbaharui semula niatnya. Kecuali jika sekiranya masa ia berjimak di luar masjid itu terlalu sedikit, kadarnya semasa ia keluar kerana qadha’ hajat … maka khilaf di antara ulama’ mengenai batal iktikafnya atau tidak. Adapun jika jimak dalam keadaan lupa bahawa ia sedang beriktikaf maka batal juga di sisi Jumhur ulama’ kecuali As-Syafie. (Al-Majmu’ 6/433 457 dan Mughni Al-Muhtaj 1/452)

b. Adapun berseronok dengan isterinya secara bersyahwat pada yang lain daripada faraj, maka tidak membatalkan iktikafnya selama tidak keluar air mani di sisi Al-Jumhur. Begitu juga jika ia berusaha mengeluarkan air mani dengan tangan dan sebagainya. (Raudhoh At-Tolibin 2/392, Fathul Bari 4/272)

Perkara yang harus dilakukan.

Harus bagi orang yang beriktikaf melakukan yang berikut :-

1. Berpakaian biasa.

2. Makan / minum di dalam masjid, tetapi disunatkan menggunakan alat-alat seperti hamparan bagi menjaga kebersihan masjid.

3. Memakai bau-bauan.

4. Bekerja dengan pekerjaan yang sedikit.

5. Menyambut tetamu, bercakap dengannya dan menghantarkannya pulang.

6. Sedikit berjual beli pada perkara-perkara yang sangat berhajat.

7. Bercakap biasa.

8. Berkahwin dengan mengahwinkan.

9. Bercukur, menyikat rambut dan mengerat kuku.

10. Belajar dan mengajar. (Al-Umm 2/105, Bada’i Al-Sona’i 2/116)

Perkara yang tidak harus dilakukan

Tidak harus bagi orang yang beriktikaf melakukan perkara yang tidak berfaedah seperti berjual-jual kosong dan apa-apa kerja yang sia-sia, apalagi yang makruh dan yang haram … begitu juga melakukan usaha kehidupan seperti bertukang dan sebagainya. (Al-Majmu’ 6/460, Aun Al-Ma’bud 7/142)

Berkata Ali RA : Mana-mana lelaki yang beriktikaf, maka hendaklah ia tidak memaki orang dan tidak bercakap kotor. ( Al-Mughni 3/203).

Amalan-amalan semasa iktikaf.

Sebenarnya tidak ada bagi iktikaf itu satu-satu amalan dan bacaan yang tertentu yang tsabit dari Rasulullah SAW selain daripada kesungguhan baginda dalam beriktikaf dan beribadat pada sepuluh akhir Ramadhan lebih daripada masa-masa yang lain.

1.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَجْتَهِدُ فِيْ الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مَالاَ يَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهَا.

Maksudnya : Daripada Siti Aisyah RA, ia berkata : Adalah Rasulullah SAW bersungguh-sungguh (di segi beribadat) pada masa sepuluh akhir Ramadhan lebih banyak daripada (ibadatnya) pada masa-masa lain. (Sohih Muslim raqm 1175 2/832)

2.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ.

Maksudnya : Daripada Siti Aisyah RA, ia berkata : Adalah Rasulullah SAW apabila masuk sepuluh akhir daripada bulan Ramadhan, bersungguh-sungguhl ah baginda pada mengerjakan ibadat (dengan meninggalkan tidur dengan isterinya), baginda menghidupkan malamnya dan menggerakkan isteri-isterinya, (supaya bangkit beribadat bersama-samanya) . (Muttafaq ‘Alaih : Sohih Al-Bukhari 2/255, Muslim 2/832)

Berkata An-Nu’man b. Basyir : Kami dapat adakan Qiamullail bersama-sama Rasulullah SAW pada malam yang kedua puluh lima hingga kepada setengah malam dan pada malam yang kedua puluh tujuh hingga kepada masa yang kami sangka kami tak sempat lagi hendak bersahur, kerana terlalu lewatnya. (Dikeluarkan oleh Ibn Khuzaimah raqm 2204, sanadnya hasan).

Berkata As-Syafie dan sahabat-sahabatnya : Adalah sangat baik bagi orang yang beriktikaf bahawa ia memenuhi masanya dengan amalan-amalan taat seperti : solat, tasbih, zikir, membaca/tilawah Al-Quran dan belajar serta mengajar, juga mentalaah kitab-kitab dan menulisnya. (Al-Majmu’ 6/458).

Tetapi setengah ulama’ berpendapat bahawa dikehendaki supaya setiap orang yang beriktikaf itu hanya menumpukan masanya dengan amalan asasi bagi iktikaf sahaja, iaitu zikir, solat, tilawah Al-Quran dan doa. ( Mawahibul Jalil dan Al-Taj Wal Iklil 2/461, Muktasar Baghiah Al-Insan min Wazaifi Ramadhan Libni Rajab, M/s 30).

Seruan dan Khatam

Kalaulah madrasah Qiamullail merupakan sebuah madrasah umum bagi tarbiah rohiyyah yang diasaskan oleh Rasulullah SAW berdasarkan perintah Allah SWT :

قم الليل إلا قليلا (2 Surah Al-Muzammil)

Maka “Iktikaf sepuluh akhir Ramadhan” adalah merupakan “Ibadat khusus yang membawa kepada kemuncak darjat Qiamullail”, kerana ia dibantu oleh Shiam (puasa) Ramadhan pada siang hari dan tartil Al-Quran di malam-malam hari bulan nuzulnya Al-Quran.

Kalaulah “Qiamullail” merupakan amalan umum pada setiap malam di sepanjang tahun … maka amalan iktikaf pada sepuluh akhir Ramadhan merupakan “Amalan / ujian khas” secara lebih hebat dan lebih gigih bagi menaikkan darjat kehidupan Muslim / Muslimat di setiap akhir tahun … Ujian yang mengandungi padanya berbagai-bagai ibadat asas seperti : solat, shiam, zakat, qiamullail, tadarus Al-Quran dan tartil Al-Quran, berbagai-bagai zikir, doa, istighfar, taubat, mujahadah dan muhasabah diri serta mentazkiahkannya…

Itulah barangkali di antara hikmah makanya disyarakkan Qiamullail secara umumnya di awal-awal kedatangan Al-Islam iaitu sewaktu baginda berada di Mekah Al-Mukarramah, manakala ibadat iktikaf yang merupakan kemuncak itu adalah disyarakkan sewaktu baginda berada di Madinah Al-Munawwarah.

MasyaAllah !!! Alangkah jauhnya perbezaan di antara orang yang masuk ujian di akhir tahun secara penuh ikhlas dan ittiba’ (Iktikaf) dengan orang yang tidak masuk ujian….

MasyaAllah !!! Qudwah hasanah Rasulullah SAW amatlah dirasai, tepat dan sesuai dalam menyahut tuntutan fitrah bagi kehidupan manusia yang sangat perlu kepada ketenangan di celah-celah kesibukan kerja demi mengangkat mutu hati, menjernihkan jiwa … atau sekurang-kurangnya memperbaiki jentera hati yang merupakan asas kekuatan kepada daya gerak dalam menuju kemajuan hidup dunia dan akhirat…

MasyaAllah !!! Di manakah kita, wahai ikhwan dan akhawat dengan peraturan Al-Islam yang cukup sempurna ini ? Di manakah kita dengan Qudwah hasanah dari sunnah Rasulullah SAW ini ? Di manakah kita dengan tuntutan fitrah kita yang cukup bersih dan benar ini ?

Ayuh … marilah kita sama-sama membawa diri kita dan keluarga kita untuk mengurung diri beriktikaf dalam sebaik-baik tempat di bumi Allah ini, iaitu masjid, dan di waktu yang sebaik-baik, iaitu sepuluh akhir Ramadhan … kerana menyahuti dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW Qauliyyah dan Fe’liyyahnya serta sohih lagi sorih ….

Subhannallah !!! Hairan sekali kepada umat Islam yang telah mendapat kurniaan rezeki Allah SWT secara melimpah ruah… kesihatan badan yang segar bugar, waktu yang cukup lapang dan keadaan yang cukup mengizinkan. Tetapi, pada waktu yang sama, mereka tidak juga beriktikaf !!!. Sedangkan Rasulullah SAW telah menyeru, mengajak dan menekan untuk beriktikaf pada sepuluh akhir Ramadhan … bahkan dalam kesibukan kerja yang penuh Baginda tetap beramal dengan amalan yang tidak hanya menjadi Qudwah sekadar sekali gus … tetapi berkekalan sehingga diwafat oleh Allah…

Segala dakwaan kesibukan dalam bidangnya adalah tertolak secara cukup malu dan kecil diri di hadapan kesibukan yang berlipat kali ganda yang dihadapi oleh Nabi SAW, baik di peringkat peribadi mahu pun masyarakat dan negara … juga oleh para sahabatnya Radiallahu ‘Anhum !!!.

Akhir sekali, marilah sama-sama kita beriktikaf pada sepuluh akhir Ramadhan nescaya kita dikurniakan Lailatul Qadar dan kelebihannya yang banyak, Aaminn.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ ، عَلَى اللهِ تَوَكَّلْنَا ، رَبَّنَا لاَ تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ . رَبَّنَا اغْفِرْلِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ . رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَابُ الرَّحِيْمُ …

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّم ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ